Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kontribusi Dalam Melestarikan Makanan Khas Daerah, Kamu Sudah?

2 April 2016   13:27 Diperbarui: 10 Mei 2016   10:18 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai negara yang terkenal dengan keragaman budayanya, Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki ragam makanan dan jajanan khas daerah yang mencirikan daerah bahkan identitas suku tertentu. Bahkan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dan pemerintah daerah lebih dari 24 propinsi mengadakan Lomba Foto Pesona Kuliner Nusantara 2016 di instagram @festivalkulinernusantara untuk mengenalkan ragam kuliner Indonesia ke manca negara karena dianggap sebagai penyumbang terbesar dari segi ekonomi kreatif.

Beberapa makanan khas daerah lain yang menjadi favorite saya bahkan saya gilai diantaranya Empek-empek / Pempek yang berasal dari Sumatera Selatan (Palembang) tidak ketinggalan dengan cuka atau masyarakat setempat menyebutnya "Cuko" yang super duper pedas. Makannya di angin semiliran kampus, behh. 

Semrinwiiiiing! Ada juga Kerak Telor asli dari Jakarta yang saya kenal pertama kali ketika menjejakkan kaki di acara Lampung Fair tahun 2011 lalu. Rasa asin-asin gurihnya langsung bikin jatuh cinta, tekstur keras dibagian pinggir makanan ini juga menambah cita rasa Kerak Telor sendairi saat dikonsumsi. Serabi yang berasal dari Bandung, Jawa Barat, Bika Ambon dari Medan serta beberapa makanan khas lainnya.

Selain Bika Ambon, Medan khususnya Batak Toba juga memiliki jajanan khas daerah yang ketika mengonsumsinya membuat semua kenangan masa kecil muncul kembali. "Lappet" Begitu kami menyebutnya. Lappet merupakan jajanan olahan yang terbuat dari tepung beras bisa juga dari tepung ketan dengan berbagai pilihan isian, seperti gula merah, kelapa dan gula putih. Hanya saja penggunaan isian gula putih jarang dilakukan karena dianggap kurang menghias. Warna putih gula disamarkan oleh warna putih tepung hingga meminimalisir kemenarikan "face" jajanan tersebut.

"Sumber: indonesian-medan-food.blogspot.comLappet dengan bahan dasar tepung ketan memiliki tekstur lengket dan kenyal, elastis dan sedikit mengkilat akibat adanya perpaduan komposisi lemak yang terkandung dalam tepung ketan serta olesan minyak pada daun pisang yang digunakan sebagai kemasan. Buat saya pribadi, ini semua jauh lebih menarik dibandingkan dengan Lappet berbahan dasar tepung beras yang ketika digigit akan pecah.

Hingga saya meninggalkan daerah tempat tinggal saya, makanan ini sudah begitu jarang saya konsumsi. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari beberapa orang yang memang perantau seperti saya, keinginan untuk mengonsumsi jajanan ini semakin meningkat di tempat perantauan. Bagaimana tidak? Jajanan ini sangat sulit untuk ditemukan. 

Selain itu, jika pun ditemukan, akan ada perbedaan yang sangat signifikan dari segi cita rasa jajanan itu sendiri. Lappet dari daerah sendiri rasanya akan jauh lebih nikmat dibanding dengan lappet yang ditemukan di perantauan. Ini menjadi alasan utama alasan untuk pulang kampung (selain untuk melepas rindu pada orang tua tentunya). Bagaimanapun, ada banyak cerita dengan jajanan ini ketika masih anak-anak.

Pernah suatu ketika saya menangani event dan bertugas sebagai seksi konsumsi dengan beberapa orang lainnya yang "mungkin" sudah sangat lama bertempat tinggal di Ibukota dan mereka tahu saya berasal dari kampung yang mungkin juga menjadi tempat tumbuh orangtuanya. Saya orang baru di organisasi tersebut. Entah untuk "ngetest" selera saya atau ada maksud apa saya tidak tahu. Salah seorang dari seksi makanan meminta pendapat saya mengenai apa kira-kira yang akan kami sajikan pada hari H?

Dengan sepenuh hati dan segala kepolosan saya beri jawaban "Kenapa engga Lappet aja, Ka?"

Spontan orang yang bertanya tertawa sekencang-kencangnya. Selebar-lebarnya mulutnya bisa terbuka. Tertawa yang bagi saya "Its Ok, tapi tidak untuk makanan yang memiliki kontribusi besar untuk kedewasaan saya dan jutaan orang di daerah saya." Tertawa hingga orang yang bersangkutan pegangan pada orang yang disampingnya untuk mencegah dia jatuh saking "lucunya". Tertawa melecahkan. Tertawa yang buat saya sama sekali tidak lucu dan membuat tangan saya hampir melayang ke wajahnya.

"Kenapa? Ada yang salah?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun