Mohon tunggu...
Edy Suryadi
Edy Suryadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ketua Umum Rumah Kebangsaan Pancasila

Inner Life is The Real Life

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misi Nabi Muhamad yang Paling Utama

1 Desember 2016   01:50 Diperbarui: 1 Desember 2016   01:59 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.(QS. Al-Qalam [68]:4)

Jika kita berbicara tentang Islam tentu tidaklah bisa lepas dari berbicara juga Nabi Muhammad saw. Karena tentu saja antara Islam dan Nabi Muhammad adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Nabi Muhammad saw. adalah contoh nyata manusia yang berislam dengan sebenar-benarnya. Pada diri nabi Muhammadlah kita dapat melihat seperti apa akhlak yang akan terpancar dari seorang manusia ketika ajaran Islam menjadi jiwa di dalam dadanya. Dialah pribadi dengan budi pekerti yang agung yang terpancar cahaya Islam dari dirinya.

Secara tegas dapat kita katakan bahwa orang yang benar-benar berislam pastilah ia berakhlak mulia. Karena Islam itu hadir membawa aqidah mulia yang dengannya manusia akan berakhlak mulia pula. Seumpama dengan pohon yang kualitasnya dapat kita kenali dari buahnya, demikian juga kita dapat mengenal kualitas aqidah seorang anak manusia dari akhlaknya. Sekali lagi, manusia yang tertanam aqidah Islam di dalam dadanya pastilah berakhlak mulia. Dan jika kita mendapati manusia mengaku berislam, tapi perilaku hidupnya jauh dari akhlak Islam, kita dapat pastikan bahwa sebenarnya dia belum benar-benar berislam.

Tentu kita harus jujur melihat realita yang ada. Dimana hari ini kita mendapati tidak sedikit anak-anak manusia yang mengaku dengan bangga bahwa Islam adalah agamanya, tapi perilaku hidupnya amatlah jauh dari nilai-nilai luhur Islam. Tidak sedikit pula kita melihat anak-anak manusia yang mengaku dirinya adalah pengikut Rasulullah Muhammad saw., tapi sangat jauh akhlaknya dari mentauladani Nabi Muhammad saw. Inilah mungkin yang dikatakan bahwa di akhir zaman umat Islam hanyalah seperti buih di lautan. Islam hanyalah menjadi hiasan diri dan tidak menjadi jiwa yang hidup di dalam diri. Tentu kita tidaklah bisa menutup mata dari banyaknya kita dapati mereka yang mempunyai kedudukan tinggi dalam agama telah menunjukan perilaku yang justru menodai ajaran-ajaran agama itu sendiri.

Perlu kita pahami sekali lagi bahwa akhlak Islam sesungguhnya adalah fitrah yang ada di dalam diri setiap manusia. Akhlak Islam bukanlah sesuatu yang bisa disebut tempelan. Tidak! Akhlak Islam adalah sesuatu yang telah ada di dalam jiwa, hanya saja dia harus kita kenali dan harus kita hidupi. Dia bukan sesuatu yang datang dari luar dan ditempelkan untuk menjadi budi pekerti. Dia adalah sesuatu yang universal yang telah ada di dalam diri setiap manusia sejak kelahirannya. Karenanya tidak aneh buat kita jika kita mendapati ada orang-orang di luar Islam yang bisa memiliki akhlak Islam. Banyak kita mendapati orang-orang non-Islam yang punya perilaku hidup yang jujur, menjaga amanat, berkasih sayang, adil, pemaaf, bijaksana dan perilaku-perilaku berakhlak lainya yang sangat islami. Hal yang demikian itu bisa terjadi karena sekali lagi, akhlak Islam adalah fitrah diri setiap manusia. Dia adalah sesuatu yang membuat seorang manusia merasa nyaman, damai dan merasa utuh denganya. Sebenarnya di sanalah letak kebahagiaannya seorang manusia, ketika ia telah menjadi pribadi yang berakhlak mulia itu.

“Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.(HR. Bukhari)

Hadist tersebut di atas adalah pengingat yang amat penting buat kita manusia. Dari hadist tersebut kita tahu betapa pentingnya kedudukan akhlak dalam agama. Kata innamasebagai awalan dari hadist tersebut yang berarti sesungguhnya; hanya sanya; atau bisa juga berarti bahwasanya,adalah sebuah penegasan yang membuat kita tahu bahwa misi terpenting dan terutama kedatangan Nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sehingga akhlak haruslah kita pandang sebagai segala-galanya. Agama itu sendiri dibangun dan hadir untuk membentuk akhlak yang mulia itu. Dan sungguh menjadi omong kosonglah kalau kita mengaku beragama tapi tidak memperhatikan akhlak. Menjadi sia-sialah jika kita beragama tapi tidak hidup menjadi manusia yang berkhlak mulia. Kita tidak boleh menjadikan agama hanyalah kesibukan-kesibukan kosong untuk memeriahkan kehidupan saja. Agama haruslah menjadi jiwa dan laku kita dalam berkehidupan.

Dari hadist tersebut kita juga menjadi mengerti bahwa akhlak sesungguhnya sesuatu yang built-in (terpasang permanen) di dalam diri manusia. Setiap manusia terlahir bersama nilai-nilai kemanusiaan dan kebaikan di dalam dirinya. Karenanya Nabi Muhammad saw. tidak berkata bahwa ia datang membawa atau mendatangkan akhlak, melainkan ia datang untuk menyempurnakan atau untuk menghidupkan akhlak yang ada di dalam dada manusia. Dan dengan semua ini harus menjadi teranglah buat kita bahwa letak mulianya seorang anak manusia adalah terletak pada akhlaknya. Akhlak adalah segalanya bagi manusia. Akhlak adalah kunci keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan hidup setiap manusia. Akhlak adalah ukuran baik buruknya seorang anak manusia. Jangan kita terjebak menilai manusia hanya dari atribut luaran yang dimilikinya. Jangan kita menilai manusia hanya dari apa sukunya, apa ras bangsanya dan bahkan apa agama yang tertera pada kartu identitasnya. Sungguh akhlak Islam itu adalah sesuatu yang tertanam nyata di dalam dada setiap manusia. Maka ketika kita mendapati seorang anak manusia dengan akhlak yang mulia, hormatilah ia meskipun ia bukanlah orang yang seagama dengan kita. Bukankah Nabi Muhammad pernah bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik akhlaknya.“(HR Thabrani dari Ibnu Umar).Maka pandanglah baik siapapun yang berakhlak baik. Pandanglah mulia siapapun yang berakhlak mulia.

Seorang lelaki menemui Rasulullah saw. dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?” Rasulullah menjawab, “Akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatangi Nabi dari sebelah kanannya dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?” Nabi menjawab, “Akhlak yang baik.” Kemudian ia menghampiri Nabi dari sebelah kiri, “Apakah agama itu?” Dia bersabda, “Akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatanginya dari belakang dan bertanya, “Apa agama itu?” Rasulullah menoleh kepadanya dan bersabda, “Belum jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik.”(al-Targhîb wa al-Tarhîb 3: 405).

Agama itu akhlak yang baik. Akhlak haruslah menjadi tujuan utama dalam beragama. Karena Akhlak adalah penyelamat umat manusia. Kekacauan, kerusakan dan penderitaan yang terjadi dalam kehidupan kita ini adalah akibat bermasalahnya akhlak manusia. Karena akhlak belum ditempatkan sebagai prioritas utama. Dan karena agama dan akhlak nampak sekali tidak berjalan bersama. Seolah kita lupa bahwa tujuan kita beragama adalah agar berakhlak mulia.

Maka hendaklah fokus kita untuk memperbaiki tatanan kehidupan umat manusia adalah pada memperbaiki akhlak tiap-tiap manusia. Kita harus berhenti berfokus kepada perilaku saling bangga-membanggakan golongan dan agama. Kita harus berhenti dari budaya saling mengkafirkan satu dengan yang lainnya. Jika kita harus saling berbangga maka saling berbanggalah pada kemulian akhlak. Jika kita harus berlomba, maka berlomba-lombalah kita dalam kebajikan. Agama bukan untuk dibangga-banggakan tapi untuk ditunjukan dalam perilaku yang menjadi rahmat bagi banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun