Bila terlalu berprasangka baik sangat mungkin kita akan terlena. Mudah percaya. Sebaliknya, jika berprasangka buruk dapat membawa diri selalu curiga kepada siapa pun.
Menghadapi realitas itu, praktisi media massa ini berharap kepada para muridnya untuk mengambil jalan tengah. Di antaranya dengan cara melakukan olah rasa. Bagaimana cara melakukannya?
Sederhana caranya. Lakukan dengan bertanya dalam hati dengan panduan akal, timbal balik. Bertanya dengan panduan hati.
Telisiklah dalam apa nampak baik, mungkin terselip  unsur keburukan, demikian pula sebaliknya: mungkin ada kebaikan yang menyelinap dalam apa yang nampak buruk.
Sejatinya manusia itu bertindak karena ada pamrih, nafsu, kepentingan pribadi. Tidak selalu berupa materi, tetapi juga dalam wujud pujian: dianggap lebih atau yang paling baik, benar, pandai, bijaksana, lurus, luhur dan mulia.
Ini juga berbahaya, lupa bahwa segala pujian milik Tuhan.
Berprasangka buruk, asal tidak terlalu, juga berguna: untuk cari tahu kebaikan apa yang bersembunyi.
Karena itu kepada para muridnya yang pernah belajar kepadanya diingatkan bahwa baik dan buruk itu dinamika, berkelindan sepanjang jaman demi keseimbangan dalam penyelenggaraan Tuhan.
Selalulah berprasangka baik, jauhi berita palsu karena itu lebih menentramkan. Prasangka buruk ditambah berita palsu dapat menggelora dalam hati. Bahkan bisa membunuh.
Sejatinya, Tuhan adalah prasangka baikmu.
Sumber bacaan satu dan dua
Salam berbagi