Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Arogansi Embah Kuncung

15 April 2020   15:08 Diperbarui: 15 April 2020   15:03 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Embah Kuncung juga gemar bermain wayang. Foto | Dokpri

Naluri ingin tahu yang dimiliki orangtua ini amat berlebihan. Ibadah Ramadhan dipertanyakan, terutama yang berkaitan pengalihan ritual ibadah di masjid dan pindah ke rumah masing-masing.

Orangtua yang dikenal Embah Kuncung itu sungguh cerewet. Kadang penggemar wayang yang satu  ini saat di perkumpulan pengajian mengajukan pertanyaan mengejutkan.

Salah satu di antaranya ia mengajukan pertanyaan begini. Kok, di zaman modern seperti sekarang ini ada ulama menyambut gembira anjuran ibadah di rumah. Jika itu dikaitkan dengan upaya pencegahan meluasnya virus Corona (Covid-19), ya bisa diterima akal sehat. Tapi, justru ulama bukan hanya gembira malah menyambutnya dengan cara mengasingkan diri.

Ia menjauhi keramaian kota dan bertolak ke kampung. Lalu ia mencari pondokan dan menetap di desa nan sepi selama Ramadhan.

“Lebay, ya pak ustaz?” tanya si embah menirukan ucapan anak muda milenial.

Ulama ini pasti tengah mencari pencitraan. Takut disebut sebagai ustaz “panggilan”. Makanya ia mengasingkan diri selama Ramadhan.

“Bukankah bulan suci itu adalah momentum terbaik bagi ulama untuk mengisi ceramah di berbagai tempat,” kata si Embah  dengan nada galak sambil membuka maskernya agar suaranya terdengar jelas.

Diam-diam, kala si Embah Kuncung bertanya, ada beberapa orang memperhatikan dirinya. Jenggotnya yang putih bergelayut selalu dielus kala bicara dengan ustaz tak berjenggot. Dari bicaranya, Embah Kuncung nampak dari kejauhan ingin menguasai forum, ingin menarik perhatian jemaah dengan seolah-olah dirinya lebih tinggi ilmunya daripada sang ustaz yang tengah memberi ceramah di majelis pengajian pagi hari.

Orang pun maklum. Bukan hanya di forum pengajian ia memperihatkan “gaya khasnya”, ia sering menunjukan perilaku berlebihan. Kadang ia mengajukan pertanyaan bernada “menguji”. Ya, menyebalkan!

“Mas Budi, masa ada orang meninggal ditanya malaikat di dalam kubur. Betul enggak, tuh?” ujar Embah Kuncung kepada rekannya dengan suara keras.

Ketika itu sang ustaz tengah berjalan melintasi deretan orang duduk di kursi tengah menghadiri tetangganya yang wafat. Sudah menjadi kewajiban bagi sang ustaz untuk hadir ketika warga terdekat wafat, kemudian menjadi imam shalat jenazah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun