Lalu dari sini kita maklum dan menyadari bahwa tiap kementerian punya otoritas sendiri-sendiri. Meski sudah ada rekomendasi dari Kementerian Agama, tidak berarti lolos begitu saja.
Misalnya begini. Jika kita ujian sekolah dinyatakan lulus pihak sekolah bersangkutan tetapi tidak begitu saja dianggap lulus. Perlu bukti, punya ijazah. Nah, ijazah itu yang mengeluarkan pihak ororitas dari kementerian pendidikan. Jika tak punya ijazah, ya sama saja bohong, dong?
Demikian halnya dengan SKT FPI itu. Lolos dan memiliki rekomendasi dari Kementerian Agama tak lantas pemerintah memberikan label sebagai ormas terdaftar.
Nah, di sini letak persoalannya. Di sini terlihat antara menteri tak punya pandangan yang sama. Karena itu dibutuhkan kajian antarkementerian. Perlu koordinasi dibawah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia, Mahfur MD.
Izin ormas FPI saat ini ditandai dengan nomor SKT 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014. Masa berlaku SKT FPI tertanggal dari 20 Juni 2014 sampai 20 Juni 2019.
**
Yang menarik adalah seusai Menteri Agama memberi rekomendasi, muncul persoalan. Yaitu, di angggaran dasar rumah/anggaran rumah tangga (AD/ART) FPI tertulis visi dan misi penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah Islamiah melalui pelaksanaan dakwah penegakan hisbah dan pengawalan jihad.
Tiga kata yang dipersoalkan. Yaitu, kaffah dan Khilafah Islamiah. Tito mengatakan, hal inilah yang masih dikaji meski pengurus FPI telah membuat surat di atas materai mengenai kesetiaan terhadap negara dan Pancasila.
"Kata-kata khilafahnya kan sensitif apakah biologis Khilafah Islamiah, ataukah membentuk sistem negara. Kalau sistem negara, bertentangan dengan prinsip NKRI itu," tuturnya.
Fachrul Razi menyebut rekomendasi dari kementeriannya untuk FPI terkait perpanjangan SKT sebagai ormas sudah final. Kementerian Agama mendukungan agar SKT itu dapat terbit.
Jadi, bila tiga kata: kaffah, khilafah (dan) Islamiah itu yang dianggap ganjalan bagi Menteri Dalam Negeri, justru bagi Kementerian Agama bukan persoalan.