Mumpung masih ingat dan masih hangat, tak salah dong menitip pesan kepada Menteri Agama yang baru duduk di Kabinet Indonesia Maju, yaitu Jenderal TNI (Purn.) Fachrul Razi, untuk membenahi pernikahan bagi penganut agama-agama bagi warga Indonesia di luar negeri.
Kalau pada awal kabinet Indonesia Maju bergaung dari Menteri Kordinator Pemberdayaan Manusia Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy tentang sertifkasi pranikah, maka konsekuensinya juga warga di luar negeri punya hak yang sama untuk diatur.
Selama ini, bukankah Kementerian Agama sudah punya program kursus calon pengantin (Suscatin) yang mirip-mirip dengan program yang diangkat Menko PMK itu?
Sudah, sih. Tapi, dalam perjalanannya melempem. Alasannya, dana seret. Tetapnya, dana cekak.
Kemudian apa yang diinginkan dari warga yang bermukim di luar negeri tentang kawin-mawin itu?
Ya, perlu diatur sama halnya seperti warga di Tanah Air. Dan, penulis yakin Fachrul sangat paham tentang kesulitan warga Indonesia ketika tengah "kebelet" hendak menikah. Ketiadaan penghulu, petugas pencatat dan menyakut perizinan untuk acara resepsi pernikahan, misalnya.
Nah, lebih menariknya lagi sekarang ada keharusan perlunya nikah untuk menunjukan sertifikat bimbingan nikah. Apakah ini sudah dipikirkan jajaran Kementerian Agama?
Penulis sih berpikiran positif. Sebab, Fachrul tahu persis sebagai tentara yang pernah bertugas di luar negeri. Terutama di kawasan Timur Tengah. Di situ banyak warga Indonesia melakukan pernikahan tanpa didukung dokumen.
Pasalnya, ya tadi. Ketiadaan dukungan negara untuk mendokumentasikan sebuah pernikahan. Itu terjadi bukan hanya di kalangan umat Muslim seperti di Saudi Arabia, Hongkong, Malaysia dan di sejumlah negara lainnya.
Belum lagi pernikahan antarwarga negara di Arab Saudi. Ironisnya jika perkawinan itu terjadi bagi warga yang tingkat ekonominya pas-pasan. Hal itu sering terjadi di kalangan tenaga kerja Indonesia yang terlantar.
Mereka itu bermukim di kolong jembatan demikian lama. Mereka tinggal di situ -- bukan hanya WNI juga dari negara lain - dengan harapan ditangkap otoritas pemerintah setempat untuk secepatnya di kembalikan ke Tanah Air secara gratisan. Pulang gratis dengan cara deportasi.