Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU Kerukunan bagai "Ditelan Bumi?"

24 Agustus 2019   11:31 Diperbarui: 24 Agustus 2019   15:43 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RUU Kerukunan /sumber: ecuavisa.com

Jangan merasa bosan untuk bicara kerukunan? Sebab, kerukunan itu tidak jatuh dari langit. Tetapi harus diperjuangkan secara berkelanjutan, mengingat lagi dinamika masyarakat demikian cepat.

"Rukun" yang berasal dari Bahasa Arab, mengandung arti adalah pondasi dasar. Jika secara harfiah dari segi katanya kerukunan adalah pondasi dasar yang bisa dilakukan masyarakat dalam menghadapi gelaja sosial.

Kita pun sadar bahwa Indonesia adalah negara besar dan majemuk. Kemajemukan yang dimiliki itu dapat menjadi kekuatan tetapi juga menjadi disintegrasi sosial. Nah, di sinilah arti pentingnya tujuan kerukunan atas dasar perbedaan yang ada.

Pandangan orang tentang kerukunan sampai saat ini masih berbeda-beda. Ada yang memaknai sebagai nirkekerasan atau tidak adanya kekerasan. Tapi ada yang memaknai sebagai orang-orang tidak terancam, tidak mengalami luka-luka, tidak ada penghilangan nyawa oleh tindakan orang atau kelompok lain.

Namun ada pihak memaknai kerukunan sebagai terpenuhinya rasa aman dan keadilan ekonomi dari sistem yang berlaku, sampai terhapusnya diskriminasi ras, etnis, dan agama.

Untuk mencapai semua itu,  kerukunan tak akan terwujud hanya dengan pengakuan kemajemukan agama sebagai fakta sosial.

Mewujudkan kerukunan membutuhkan beberapa sikap yang harus dikembangkan, seperti:  kesetaraan, empati, sikap positif, sikap mendukung dan keterbukaan untuk mengakui perasaan dan pikiran.

**

Bila kita menyaksikan event wayang golek atau wayang kulit, ada hal menarik.  Sang dalang, ketika membawakan cerita, menyelipkan pesan-pesan berupa nasihat.

Esensinya dari pesan itu mengajak penonton untuk menyikapi persoalan yang terjadi di tengah masyarakat dengan sikap bijaksana. Dengan cara itu, sang dalang dengan segala kepiawaiannya, mampu memberi kecerahan kepada para penonton.

Dalam Agama Hindu, seniman disamping menguasai gerak tari, tembang, dan atribut seni sakral lainnya, ia juga sebagai penafsir ajaran agama agar senantiasa relevan dengan situasi dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

Di sini, peran seniman (dalang, misalnya) tengah mengambil posisi sebagai komunikator handal dalam menyampaikan pesan moral dan etika kepada umat. Ia selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya mengingat perubahan lingkungan sekitar demikian cepat.

Realitasnya memang Indonesia sangat khas. Sangat kaya dengan berbagai ragam budaya. Indonesia juga sangat agamis. Antara nilai agama dan budaya tidak bisa dipisahkan dalam konteks Indonesia.

Sayangnya, belakangan budaya dan agama seperti dibenturkan. Perbedaan antaretnis mulai disinggung. Bahkan simbol agama diangkat yang berdampak pada ketersinggungan antarumat.

Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi. Kita sejatinya harus sadar bahwa budaya mengandung nilai spiritualitas dan agama yang membutuhkan budaya sebagai ruang aktualisasi. Sungguh sayang, jika tiba-tiba seperti berhadapan antara satu dengan yang lain.  

**

Menghadapi realias seperti itu, sudah saatnya Indonesia sebagai negara besar memiliki regulasi yang mengatur kerukunan (antarumat beragama).

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kerukunan (antarumat beragama) belum juga dibicarakan di legislatif. Padahal RUU-nya sudah dibicarakan sejak 2014 silam.

UU tersebut sangat diperlukan. Sebab, kedudukannya akan menjadi pilar kesatuan bangsa bagi negara demokratis yang harus menghormati kemajemukan (pluralitas). 

Terpenting, UU Kerukunan dapat menjembatani antarpemeluk agama, antaretnis dan perbedaan yang terjadi kala isunya tengah mengemuka.  Pertanyaannya kini, mengapa RUU Kerukunan Bagai "Ditelan Bumi" ? Bukankah KitaSemuaBersaudara?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun