Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jangan Pandang "Fresh Graduate" Mata Duitan

28 Juli 2019   09:30 Diperbarui: 28 Juli 2019   14:13 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Sudiro bersama penulis. Foto | Dokpri

Terasa asyik ngobrol dengan pakar kesehatan. Selain makin paham 'dunia' penanganan kesehatan yang makin berkembang, juga muncul rasa prihatin lantaran masih rendahnya derajat kesejahteraan petugas kesehatan di Tanah Air.

Belum lagi penanganan kesehatan masyarakat di lapangan masih 'setengah hati' karena anggaran yang dialokasikan masih menitikberatkan pada aspek fungsi ketimbang program.

Banyak dokter muda dan pintar, bahkan lulusan fresh graduate digaji jauh dari kelayakan yang menggembirakan.

Kurangnya perhatian pemerintah terhadap para lulusan dokter muda dan pandai menyebabkan anak-anak muda yang memiliki kemampuan memilih bekerja di luar negeri.

Dalam suatu obrolan dengan pakar kesehatan masyarkat Dr. dr. Sudiro, MPH., Dr.PH di Jakarta, Sabtu kemarin,  penulis mendapat gembaran bahwa gaji para sarjana di Indonesia jauh dari menggembirakan.

Apa lagi jika sarjana bersangkutan memiliki kepandaian. Potensinya akan terabaikan dan itu berarti bangsa ini kehilangan orang pandai untuk mengatasi problem sosial dan kesehatan masyarakat.

Lepas dari persoalan gonjang-ganjing gaji frash graduate, dosen dari Universitas Dipenegoro Semarang itu menilai bahwa lulusan sarjana baru dari negeri ini banyak yang pandai. Ia tak tahu pantasnya berapa gaji seorang sarjana yang baru lulus.

Tetapi ketika diceritakan bahwa gaji Rp8 juta per bulan, ya tentu sangat memprihatinkan. Apa lagi bagi seorang dokter yang baru lulus. Untuk sarjana ilmu sosial, ya juga masih belum ideal.

Hal ini jangan dipandang bahwa GajiFreshGraduate sebagai sarjana yang "mata duitan", tapi jika kita bicara dengan pendekatan biaya hidup sehari-hari, tentu jauh panggang dari api. Jauh dari harapan.

Seorang mahasiswa, sebut saja ia tinggal di Jakarta dan kuliah di Universitas Trisakti. Mustahil bin mustahal untuk kuliah ilmu sosial, misalnya, dapat dipastikan ia akan merasa kekurangan untuk kebutuhan sehari-hari. Apa lagi untuk kuliah di fakultas kedokteran.

Kuliah di fakultas kedokteran selain menguras tenaga, waktu dan kemampuan fisik prima juga tak kalah penting faktor dukungan finansial. Orang tua yang membiayai anaknya, biasanya sebelum menyetujui kuliah di fakultas kedokteran, akan berfikir ulang dan mengukur kemampuan finansialnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun