Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Inspirasi dari Balik Ihram untuk Jokowi dan Prabowo

18 Mei 2019   13:07 Diperbarui: 18 Mei 2019   13:16 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jemaah di masjidil Haram. foto | dokpri

Sungguh, penulis merasa lega. Pasalnya, karena sebelumnya berhari-hari telinga, mata dan hati digiring dengan berita-berita "panas" dari peristiwa politik seputar Pilpres 2019 di Tanah Air. Kini hidup sedikit terbebas dari keramaian berita politik karena jauh dari peralatan elektronik seperti telepon genggam dan lainnya.

Meski begitu, tetap saja ada rasa rindu ingin membaca artikel rekan-rekan kompasianer namun tak dapat dilakukan seperti sebelumnya karena kesibukan ritual ibadah umrah di dua kota suci: Mekkah dan Madinah.

Pikiran masih tertuju kepada berita politik dan artikel lainnya berupa puisi dan cerita lainnya karya para penulis di Kompasiana.

Ada peristiwa menari ketika penulis mengenakan pakaian ihram, lantaran perasaan terbawa ke suasana sakral ritual ibadah dengan segala larangannya. Ketika kita mengenakan pakaian ihram, diri ini seolah kita membuat ikrar kepada Sang Pencipta untuk mematuhi seluruh larangan-Nya.

Larangan itu, seperti membunuh binatang - sekalipun nyamuk - dan memetik daun. Apa lagi membunuh dan mencaci maki, menggunjing hingga berkata kotor. Kala kita mengenakan pakaian ihram, kedudukan kita pun setara dengan rekan-rekan yang tengah menunaikan ibadah umrah (haji).

Kala sedang demikian, seluruh atribut yang disandang manusia seperti apakah ia seorang juragan sayuran, juragan jengkol hingga punya jabatan birokrat sebagai direktur dan presiden sekalipun tidak lagi menjadi ukuran. Ketika sedang mengenakan ihram, kedudukan manusia sama. Yang membedakan adalah amal ibadahnya di hadapan Allah.

Filosopi mengenakan pakaian Ihram memang memiliki nilai edukasi demikian mulia sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW.  Karena itu,  jika ada orang yang tengah mengenakan ihram dan kemudian melanggar larangannya dapat dikenakan Dam, atau denda menyembelih hewan kurban.

**

Mengenakan ihram. foto | dokpri
Mengenakan ihram. foto | dokpri

Ketika kita berihram, tentu dengan penuh kesadaran bahwa di situ ada larangan. Larangan itu diindahkan, dipatuhi bukan atas dasar dipaksakan. Bisa saja orang bersangkutan melanggar dan tak diketahui rekan atau orang sekitar. Tapi, dengan Allah, tidak demikian.  Sebab, Allah Maha Tahu dan Melihat.

Sayogiaya, berjanji bersungguh-sunggu untuk mematuhi seluruh larangan-Nya juga berlaku ketika kita membangun kesepakatan,  seperti pada Pilpres 2019, siap kalah dan menang. Dalam pesta demokrasi itu, perjanjian antarsesama dibuat yang didasari atas keikhlasan.  Apa lagi perjanjian itu bertujuan mulia, seperti untuk membangun demokrasi bagi bangsa dan negara.

Nabi Muhammad SAW saja telah memberi contoh ketika membuat perjanjian dengan kelompok-kelompok para pihak yang bertikai. Perjanjian itu yang kemudian terkenal adalah Piagam Madinah, yang di dalamnya diatur secara demokratis sehingga semua pihak dapat menerima lantaran dibuat secara demokratis dan berkeadilan.

Mengenakan pakaian ihram dan Piagam Madinah semestinya dapat memberi inspirasi bagi bangsa Indonesia, mulai dari peserta calon Presiden dari kubu 01 H Joko Widodo - KH Ma'ruf Amin dan kubu 02 H Prabowo Subianto - H Sandiaga S Uno, termasuk para elite politik hingga penyelenggara pemilu di Tanah Air.  

Mengapa? Ya, karena tanpa kesadaran seperti yang diperlihatkan umat terdahulu maka mustahil demokrasi dapat dipelihara.

Apa lagi para pelakunya pada Pilpres itu sudah menunaikan ibadah umrah dan ibadah haji. Sudah bergelar haji pula. Semestinya dapat memetik pelajaran dari ibadah tersebut.

Lantas, mengapa demokrasi kita harus diwarnai dengan ancaman dan ketidak-jujuran. Bukankah hal itu berarti telah merusak nilai ibadah yang pernah dilakukan sebelumnya.

Mengingat lagi Ramadan adalah bulan pengampunan. Sudah semestinya hal ini dipahami, bukan saling mencederai dan mendustai diri sendiri. Patut kita tengok di belahan dunia lain, masih banyak warga buka puasa di atas puing reruntuhan perang saudara.

Ihram telah memberi pelajaran dan inspirasi bagi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun