Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gagal Jadi Politisi, Suroso Berharap Kemensos Bantu Petani Sayuran

21 Februari 2019   23:32 Diperbarui: 21 Februari 2019   23:56 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Suroso ketika menjelaskan petani yang dibinanya. Foto | Dokpri

Angka pengeluarannya sudah mendekati satu miliar rupiah. Itu jika diukur dari sisi keuangan, belum termasuk tenaga, waktu dan pikiran selama berlangsung musim kampanye. Yang jelas, hasilnya, ya, nihil.

Bahkan di satu kecamatan, beberapa warga yang menjanjikan akan memberikan dukungan suara, realisasinya tercatat hanya dua suara.

Itulah sepenggal pengakuan Suroso kepada penulis tentang kisah dirinya yang berniat ingin memperjuangkan kesejahteraan petani sayur melalui jalur parlemen. Padahal, jauh sebelum pemungutan suara ia sudah merealisasikan komitmennya.

Yaitu, membantu warga membangunkan lapangan. Puluhan juta dana dikucurkan untuk membeli semen, pasir dan peralatan lengkap termasuk biaya untuk tukang. Setelah lapangan terwujud,  saat pemungutan suara, jumlah suara yang didapat tak lebih dari lima jari.

Upaya menarik simpati warga bukan pekerjaan mudah. Pengalaman yang diperoleh Suroso,  patut mendapat perhatian dari kalangan calon anggota legislatif yang kini tengah bertarung di tahun politik untuk mendapat dukungan rakyat.

Mengeluarkan dana awal memang penting untuk mendapatkan simpati warga. Tetapi uang yang telah dikucurkan itu jangan diingat-ingat. Dana itu harus dimaknai sebagai uang silaturahim, uang kopi di kedai dan salam tempel. Publik tak akan kenal jika calon legislatif tidak turun ke lapangan.

Untuk mendapatkan simpati, tidak cukup sampai di situ. Ia harus mendatangi warga dari rumah ke rumah bila masih cukup waktu. Memasang spanduk di berbagai tempat. Namun penting diingat, calon anggota legislatif harus pandai membawa diri dan hindari berlebihan mengumbar janji. Mengeluarkan dana untuk seperti: membangun lapangan, perbaikan jalan dan jembatan, boleh saja dilakukan.

Petani tengah memanen sayuran. Foto | Dokpri
Petani tengah memanen sayuran. Foto | Dokpri
Tapi hal itu tidak menjamin bisa meraih suara banyak.

"Sekali lagi, tidak menjamin bisa mendapat dukungan. Bisa jadi pula, kalau melakukan politik uang, kita dapat bangkrut," ungkap Suroso, di kediamannya, ketika penulis menemuinya.

Suroso adalah ketua RT dan juga ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tembesi, Sagulung dengan luas sekitar 2 hektar yang didominasi masyarakat petani. Petani dari kawasan itu mampu menyumbang 40 persen pasokan sayur segar di kota Batam.

Ia bercerita, pada tahun lalu muncul keinginan kuat untuk memperbaiki nasib petani sayur di kota Batam melalui jalur politik di parlemen. Banyak petani sayuran di daerah ini dibinanya sehingga kehidupannya terasa lebih baik dari sebelumnya.

Menyaksikan nasib petani tak menggembirakan muncul inspirasi bahwa dirinya tertantang untuk menjadi anggota legislatif. Bersamaan dengan itu datang penawaran dari anggota dewan di kota Batam. Lantas, Suroso mengambil keputusan ikut dengan salah satu partai.

Namun, dengan kondisi ekonomi serba pas, Suroso bukan malah meraih sukses. Tapi, justru uang habis dan tenaga terkuras yang berujung kepada kelelahan fisik.  Gagal jadi politisi, maka itu bukan berarti gagal pula memperjuangkan nasib petani sayur di Batam. Berbagai langkah dicoba, tapi tak kunjung memuaskan.

Beruntung ia masih memiliki kekuatan, yaitu adanya dorongan anggota keluarga dan isteri sehingga ia tetap semangat memberikan pengayoman kepada petani sayuran setempat yang tergabung dalam  Gapoktan Tembesi, Sagulung.

Petani belum sejahtera. Foto | Dokpri
Petani belum sejahtera. Foto | Dokpri
**

Niat awal memperjuangkan nasib petani melalui jalur legislatif kini pupus sudah. Suroso gagal menjadi politisi. Belajar dari kegagalan itu, Suroso masih punya kekuatan mendorong para petani yang dibinanya untuk unjuk prestasi. Harapannya, ke depan, ketergantungan sayuran dari luar Pulau Batam dapat dikurangi secara bertahap.

Batam ke depan harus punya kemandirian di bidang sayuran. Mimpi Suroso itu  dapat direalisasikan sehingga kumpulan petani setempat memperoleh penghargaan dari pemerintah setempat.

Tetapi, baginya, cita-cita itu tak cukup sampai di situ. Terpenting adalah bagaimana upaya petani yang dilakukan dengan gigih itu membuahkan hasil pada peningkatan kesejahteraan. Anak-anak petani harus dapat bersekolah dengan baik, dapat tinggal di pemukiman yang layak, dan pelayanan kesehatan memadai sehingga kesejahteraan berkeadilan dapat dirasakan.

Menyadari bahwa untuk mewujudkan itu semua bukan pekerjaan mudah, maka untuk merealisasikannya perlu dukungan pihak lain. Petani sayuran membutuhkan dukungan ProgramKeluargaHarapan dan PKHKemensos.   Bila ada dukungan dari program tersebut, maka petani dapat fokus bekerja. Muaranya, hasil berlimpah.

Pak Suroso kala menerima rombongan tamu. Foto | Dokpri
Pak Suroso kala menerima rombongan tamu. Foto | Dokpri
Hal itu penting. Karena itu para petani setempat perlu didukung dalam hal pelayanan dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, perawatan.

PKH memang diarahkan untuk menjadi tulang punggung penanggulangan kemiskinan seperti yang dialami petani sayuran di daerah itu. Ya, kita harus yakin bahwa PHK apabila direalisasikan membuahkan hasil. Pasalnya, jika kita simak catatan dari Kemensos bahwa misi besar PKH adalah menurunkan kemiskinan. Terlebih program PHK telah membuahkan hasil.

Hal itu bisa dilihat dari data Kemensos. Tercatat jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2017 terjadi penurunan kemiskinan dari 10,64% pada bulan Meret 2017 menjadi 10,12% pada bulan September 2017 dari total penduduk atau 27.771.220 jiwa penduduk pada bulan Maret menjadi 26.582.990 jiwa penduduk pada bulan September dengan total penurunan penduduk miskin sebanyak 1.188.230 atau penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0.58% (BPS,2017).

Sasaran PKH merupakan keluarga miskin dan rentan yang terdaftar dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin yang memiliki komponen kesehatan dengan kriteria ibu hamil/menyusui, anak berusia nol sampai dengan enam tahun. Komponen pendidikan dengan kriteria anak SD/MI atau sederajat, anak SMA/MTs atau sederajat, anak SMA /MA atau sederajat, dan anak usia enam sampai 21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun.

Sejak tahun 2016 terdapat penambahan komponen kesejahteraan sosial dengan kriteria lanjut usia diutamakan mulai dari 60 tahun, dan penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat.

Jika melihat sasaran PKH, maka petani yang kini dibina Suroso tentu di antaranya sudah memenuhi syarat.

Poma air menjadi alat penting untuk menyiram sayuran agar tumbuh segar. Foto | Dokpri
Poma air menjadi alat penting untuk menyiram sayuran agar tumbuh segar. Foto | Dokpri
**

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kota Batam Gunawan Satary menilai, mahalnya harga kebutuhan pokok di Batam, khususnya sayuran, karena Batam masih tergangtung pada daerah lain. Pasokan lokal belum mampu 100 persen.

Meski begitu kehadiran petani sayuran di Batam merupakan solusi di saat pasokan dari luar Batam tersendat meski  jenis sayuran yang bisa diproduksi di Batam masih terbatas. Antara lain kangkung, bayam, terong, cabai, mentimun, kemangi, sawi, dan beberapa jenis tanaman hortikultura lainnya.

Bukan hanya dari Kemensos, dukungan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan sangat perlu. Para petani juga membutuhkan suntikan modal. Sejauh ini, sektor pertanian terbilang masih sulit mendapatkan pinjaman lunak dari perbankan.

Bank Indonesia termasuk peduli kepada petani di Batam. BI menganggap HKTI sebagai mitra. Sudah ada kelompok tani yang mereka bina. Nah, untuk menyejahterakan petani agar lebih bergairah, tentu perlu dukungan ProgramKeluargaHarapan dan PKHKemensos.  Pada tataran di lapangan, program ini telah membuahkan hasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun