Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kala Sang Cucu Sebut Umi Tak Ada Gunanya

22 Desember 2018   23:52 Diperbarui: 23 Desember 2018   00:02 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringatan Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember ini membikin hati penulis menjerit dan menangis. Dalam perjalanan ke Malaysia dari Hatyai, Thailand, sang cucu Al Fatih (5 tahun) bernyanyi dengan lirik menyinggung perasaan ibu.

Awalnya sih lagu yang dibawakan menggembirakan. Fatih bisa bernyanyi seperti yang diajarkan para gurunya di taman kanak-kanak, seperti balonku ada lima, cicak di dinding, dan buat apa susah dan seterusnya.

Nah, seingat penulis, ada lagu yang dinyanyikan yang syairnya diplesetkan. Lagu buat apa susah, yang kala penulis masih ikut Pramuka sering berulang-ulang dinyanyikan sambil membakar kayu, kemudian disebut api unggun, dibawakan Al Fatih dengan syair berbeda.

Kita ingat lagu itu ... buat apa susah... buat apa susah, susah itu tak ada gunanya.

Lalu dalam kesempatan lain oleh bocah Al Fatih dinyanyikan dengan  syair begini.... buat apa umi buat apa umi, umi itu tak ada gunanya.

Pada kesempatan berikutnya ia bernyanyi dengan syair, buat apa abi buat apa api abi itu tak ada gunanya. Lagi-lagi ia membawakan syair berbeda... buat  oma  buat apa oma, oma itu tak ada gunanya.

Hati siapa jika ia seorang ibu tak tersinggung. Untungnya, kita paham, bahwa yang bernyanyi itu seorang anak ingusan.

Tapi rasa sedih di hati sukar dihalau. Dan yang membuat jengkelnya lagi, Al Fatih menyanyikan lagu itu kala ia meminta sesuatu yang diinginkan tidak dikabulkan dalam sekejap. Misal mina es krim atau permainan.

Nah, kala permintaannya sudah terpenuhi, sang cucu mendekat dan manja. Kalimat yang meluncur dari mulutnya adalah kata-kata pujian. Umi cantik. Bunda disayang dan seterusnya.

Dan, kalau sudah begitu, penulis merenung. Apa kita ketika kecil juga punya kelakuan seperti bocah ini? Bisa jadi sama, cuma bentuk ungkapannya berbeda karena zaman old cara orang tua mendidik anak beragam dan berbeda-beda.

Mumpung Hari Ibu, para orang tua patut merenung, apa yang sudah diberikan kepada ibu yang telah melahirkan kita. Kita lihat para orang tua banyak dititipkan di pantai jompo, tidak pernah ditengok apa lagi memandikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun