Sungguh, penulis sangat berhati-hati mengangkat judul di atas. Alasannya, didasari atas pertimbangan kemanusiaan dan memberikan penegasan bahwa umat Khonghucu benar-benar tidak terlibat pada Partai Komunis Indonesia (PKI), akhirnya pilihan jatuh pada judul tersebut.
Ya, jelas, akan bersinggungan karena tema yang diangkat pun menyangkut Membangun Demokrasi Damai dalam Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 Prespektif Agama Islam. Untuk tema yang satu ini tampil sebagai pembicara Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, M.Ag.
Sedangkan tema Membangun Demokrasi Damai dalam Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 Prespektif Agama Khonghucu, menampilkan pembicara Kristan. Usai dua mata acara ini, peserta yang kebanyakan berasal dari berbagai provinsi Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) di Tanah Air, melakukan kunjungan ke kantor Majelis Khonghucu Indonesia (MAKIN) Jakarta Barat, Jalan Jembatan Gambang, Bandengan Selatan, Jakarta.
Rombongan diterima Sekretarus Umum MAKIN, Peter Lasmana dan sejumlah pengurus lainnya.
Menariknya, sepanjang diskusi berlangsung, peserta pada acara tersebut belum banyak memahami Khonghucu sebagai agama. Dan, kebanyakan peserta memandang Khonghucu sebagai kebudayaan yang melaksanakan ritual-ritual pada waktu tertentu dan disaksikan orang banyak.
Untuk membicarakan Khonghucu memang harus memahami ajaran Confucius. Dan sebelum konsep demokrasi dipraktikkan di negara-kota Yunani dan Athena, di satu abad lalu, di China, telah ada suatu konsep tentang negara, pemerintahan, rakyat yang diajarkan oleh Confucius. Ajaran utama Confucius --yang terdapat dalam Kitab Lun Yu-- tertuju pada manusia.
Pada intinya Confucius menekankan bahwa kodrat manusia tak terpisahkan dari alam semesta. Alam semesta diselidiki oleh manusia bukan untuk dikuasai, melainkan untuk dipahami hubungannya dengan diri manusia. Yang penting bukanlah menguasai alam, tetapi menguasai manusia agar tindakannya sesuai dengan alam. Manusia harus berhubungan dengan alam secara indah dan harmonis.
Penulis tidak bermaksud membahas panjang lebar tentang agama ini, karena tidak punya kompetensi di bidang itu. Namun yang jelas, agama ini berasal dari Negeri China. Sudah tentu orang-orang China atau Tionghoa yang datang ke Indonesia, ratusan tahun lalu, memiliki ikatan emosional dengan tanah leluhurnya.
Sayangnya, ketika komunis lahir di negeri tirai bambu itu, orang-orang Tionghoa di Tanah Air diberi stigma sebagai pengikut PKI. Itu terjadi lantaran kepentingan politik saat pemindahan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Sejak itu, pemeluk Khonghucu merasa tertekan selama puluhan tahun.