Ketika di jalan atau ruang publik dan tengah bertugas, cadar tetap dikenakan. Tetapi, ketika para perempuan bercadar itu berkumpul dengan komunitasnya, ya mereka mengenakan pakaian layaknya seperti orang Indonesia ketika tengah berada di pasar tradisional atau swalayan.
"Mereka juga manusia biasa. Ya, tentu ingin mengenakan pakaian yang banyak dijual di pusat perbelanjaan besar," ceritanya.
"Jadi, adakah di antara mereka mengenakan pakaian serba ketat?"
"Ya, adalah," jawab rekanku sambil melempar senyum.
***
Dewasa ini, secara bertahap, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi memberi kesamaan hak dengan pria di negeri itu. Seperti mengendarai mobil, dibenarkan menyaksikan pertandingan sepak bola dan masih banyak hal yang dibenarkan pemerintah itu.
Kala para perempuan Arab Saudi menghendaki adanya kesamaan hak dengan lelaki dalam aktivitas sehari-hari, berbarengan dengan itu mencuat keinginan mengenakan pakaian dalam batas wajar tanpa melanggar norma agama.
Para perempuan Arab Saudi, pandangan penulis sudah banyak mengenakan pakaian abaya. Tetapi muka tetap terlihat dengan kerudung rapat tanpa terlihat rambut. Meski masih ada di antaranya yang mengenakan cadar, tetapi sudah ada anak-anak sekolah dibolehkan mengenakan pakaian tanpa cadar.
***
Terkait dengan cadar ini, baru-baru ini Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Kalijaga, Yogyakarta, mengeluarkan aturan tentang pemakaian cadar. Sebanyak 40 mahasiswa pemakai cadar terancam dikeluarkan jika masih saja mengenakan cadar.
Tentu saja kebijakan sang rektor menuai reaksi. Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya. Boleh jadi ia dianggap telah melanggar hak asasi manusia (HAM). Tapi dasar rektor mengeluarkan aturan itu mengacu adanya dugaan menguatnya aliran Islam progresif. Ada peningkatan gejala radikalisme.