Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Meski Pilkada Digelar, Menyuarakan Toleransi Tidak Boleh Mati

19 Januari 2018   10:14 Diperbarui: 19 Januari 2018   10:32 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memasuki tahun politik - 2018 dan 2019 - Kemenag akan berjibaku menjaga kerukunan antarumat dan interumat. Foto | Dokpri.

Sementara di Bali, wisatawan mancanegara terlihat sangat menikmati penampilan 13 ogoh-ogoh (boneka raksasa berwujud menyeramkan) hasil kreativitas pemuda di Desa Beraban, Tabanan.

Ogoh-ogoh punya makna untuk menetralkan semua kekuatan dan pengaruh negatif 'Bhuta Kala' atau makluk yang tidak kelihatan. Namun penampilannya telah menjadi daya tarik wisatawan mancanegara. Karenanya, ke depan harus dilestarikan secara berkelanjutan.

Ogoh-ogoh yang ditampilkan menjelang perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1939 itu, memiliki pesan kuat bagi kehidupan manusia. Jika direfleksikan, manusia memiliki ego atau nafsuh. Namun manusia diperintahkan untuk mampu mengubah kehidupan yang sebelumnya buruk menjadi lebih baik.

Makna arak-arakan ogoh-ogoh adalah sebagai simbol sifat raksasa itu dalam diri manusia yang harus dibasmi dan dihilangkan. Sifat buruk tersebut hendaknya diganti dengan sifat ke-dewata-an atau kebaikan.

Esensi dari pawai ogoh-ogoh yang berlangsung serentak bagi umat Hindu di Indonesia sejatinya merupakan salah satu upaya mendorong dan meneguhkan berkembangnya toleransi di bumi nusantara yang indah ini.

Habib Bernyali Besar

Tulisan ini dilatarbelakangi kejadian di Cipinang Muara yang digegerkan tindakan persekusi oleh sejumlah orang terhadap remaja berusia 15 tahun di Cipinang Muara, Jakarta Timur, PMA. Persekusi atau sebutan lainnya sebagai pemburuan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga kemudian diintimidasi hingga diperlakuan dengan kekerasan.

Kasus tersebut juga dialami seorang perempuan berprofesi dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Solok, Sumatera Barat, Fiera Lovita, yang akhirnya memilih untuk pindah kerja akibat mendapatkan intimidasi dari ormas tertentu. Fiera Lovita dan PMA ini sebelumnya diketahui mengunggah status dan gambar yang dinilai menyinggung organisasi tertentu sehingga menyulut amarah dan mendapatkan intimidasi dari ormas tersebut.

Kasus tersebut mendapat perhatian Presiden Joko Widodo. "Sangat berlawanan dengan asas-asas hukum negara. Jadi, perorangan maupun kelompok-kelompok maupun organisasi apa pun tidak boleh main hakim sendiri, tidak boleh, kata Presiden Jokowi," katanya usai acara Kajian Ramadan 1438 Hijriah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur yang digelar di Universitas Muhammadiyah Malang Dome, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Sabtu.

Apalagi jika persekusi tersebut dilakukan mengatasnamakan penegakan hukum. "Dan siapa pun, baik individu, kelompok maupun organisasi masyarakat dari kelompok mana pun segera hentikan. Hentikan dan semuanya serahkan persoalan itu kepada aparat hukum, kepada kepolisian," pinta Presiden Jokowi.

Penulis masih ingat betul, kala rekan penulis bernama Habib di wilayah itu yang memiliki jiwa kepempinan dan disegani. Ia bernama Habib. Jika saja Habib masih ada, dapat dipastikan akan membersihkan pelaku-pelaku tindak kekerasan. Para persekusi akan dilumatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun