Harus disadari bahwa kehidupan harmoni antarumat beragama di Indonesia sejatinya sudah berlangsung lama. Lihat, di Solo ada masjid dan gereja satu tembok. Saat Idul Adha, umat Islam menempatkan ternak di gereja. Sudah jelas, kotoran tai sapi bertebaran ke mana-mana. Saat Idul Adha usai, umat Kristen dan Islam sama-sama membersihkan halaman dari kotoran sapi.
Pernyataan ustadz Zakir Naik jelas bisa jadi menyinggung umat agama lain. Padahal, mereka kontribusinya cukup besar bagi pembangunan dan toleransi. Termasuk pendirian rumah ibadah di berbagai tempat.
Lantas, apakah pembangunan rumah ibadah yang dibangun orang non-muslim itu harus dihancurkan karena tidak seiman? Kemudian bagi orang Islam dilarang bekerja di kalangan orang non-muslim? Penulis khawatir, paham fa’i di negeri ini dihidupkan yang berujung pada penguatan radikalisme.
Fa’i adalah harta yang dihasilkan oleh umat Islam dari harta orang kafir  yang kemudian paham ini diplintir.
Zakir Naik sayogyanya harus paham pepatah di negeri ini, lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya. Satu aturan di suatu daerah bisa berbeda dengan aturan di daerah lain. Setiap negeri atau bangsa berlainan adat kebiasaannya. Di Indonesia, agama adalah perekat bangsa. Bukan alat pemecah bangsa.
Manusia akan dikenang karen amal perbuatannya. Bukan saling caci maki dan menyingkirkan kebaikan orang lain. Â Dalam Islam, amal saleh (kesalehan sosial) sangat penting karena akan dimintai pertanggungjawabannya di hari akhir.