Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya. Tiga buku terakhir nya adalah 'Membaca Identitas, Multirealitas dan Reinterpretasi Identitas: Suatu Tinjauan Filsafat dan Psikologi' (Gramedia Pustaka Utama, 2023), 'Teori Peran, Konsep, Derivasi dan Implikasi di Era Transformasi Sosio-Digital' (Zifatama Jawara, 2025), dan 'Kecerdasan Jamak, Keberagaman dan Inklusivitasnya' (Zifatama Jawara: 2025).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memilah demi Menghindari Manipulasi Informasi

4 Juni 2025   11:00 Diperbarui: 4 Juni 2025   11:44 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terjebak Medsos (Sumber: Koleksi Pribadi Edy Suhardono)

Setiap hari kita tenggelam dalam arus informasi tanpa henti. Media sosial membuka pintu bagi berbagai perspektif, opini, dan berita yang membentuk cara kita memahami dunia. Tapi ada satu tantangan besar---tidak semua yang kita lihat merupakan cerminan realitas. Banyak informasi yang sengaja dikemas untuk membentuk opini, menyembunyikan fakta, atau bahkan mengarahkan kita pada kesimpulan yang tidak sepenuhnya benar.

Kondisi ini diperparah dengan munculnya jaringan buzzer yang bekerja dalam senyap. Mereka bukan sekadar pengguna biasa yang membagikan pemikirannya, tetapi kelompok yang dibayar untuk menyebarkan narasi tertentu. 

Teknologi phone farming, akun anonim, serta sistem amplifikasi otomatis membuat opini yang mereka sebarkan terasa seperti arus utama, meskipun sebenarnya hanya buatan. 

Ini berarti, semakin banyak kita mengandalkan media sosial tanpa memverifikasi informasi, semakin besar kemungkinan kita terseret dalam permainan mereka.

Pelajaran penting di sini? Jangan langsung percaya pada semua yang viral. Berhenti sejenak sebelum terprovokasi, dan tanyakan pada diri sendiri: siapa yang diuntungkan jika saya mempercayai narasi ini?

Ketika Suara Publik Mulai Dikendalikan

Media sosial sering dianggap sebagai ruang terbuka untuk berdiskusi, tetapi kenyataannya bisa jauh berbeda. Ruang digital yang seharusnya menjadi tempat berbagi perspektif sering kali dipenuhi oleh pendengung yang bekerja dengan tujuan tertentu. 

Kritik terhadap kebijakan publik, misalnya, tidak jarang dihadapi dengan gelombang serangan di komentar, ancaman, bahkan teror digital. Fenomena ini membuat banyak orang ragu untuk menyampaikan pendapatnya karena takut diserang secara online.

Beberapa kasus bahkan menunjukkan bahwa tekanan ini bisa berujung pada pembungkaman paksa. Ada individu yang dipaksa menghapus opini mereka, meminta maaf atas kritik yang mereka buat, atau menghadapi konsekuensi lebih besar hanya karena berbicara secara terbuka. Ini adalah tanda bahwa kebebasan berekspresi semakin sulit dinikmati tanpa risiko.

Apa yang bisa dilakukan? Membangun keberanian untuk tetap berpikir kritis dan mencari sumber informasi yang lebih independen. Jangan biarkan ketakutan membungkam pemikiran yang sebenarnya penting bagi demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun