Keberadaan juru parkir liar di Surabaya telah menjadi masalah yang mengakar, bukan hanya karena pungutan liar yang meresahkan, tetapi juga karena potensi keterkaitannya dengan meningkatnya angka pencurian kendaraan bermotor (curanmor). Risalah ini mengupas tuntas akar masalah, menganalisis data dan fakta, serta menawarkan solusi komprehensif untuk mengatasi persoalan ini di Kota Surabaya.
Masalah Parkir Liar: Akar Persoalan dan Dampak
Juru parkir liar menjamur di berbagai sudut Kota Surabaya, terutama di area komersial dan ruang publik yang seharusnya gratis. Masyarakat merasa terganggu dengan praktik pungutan liar, sementara pengelola usaha pun khawatir karena pelanggan enggan datang akibat merasa tidak aman.
Keberadaan juru parkir liar tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga menimbulkan keresahan psikologis bagi pemilik kendaraan. Rasa aman saat memarkirkan kendaraan berkurang drastis, terutama karena tidak ada jaminan keamanan yang jelas dari juru parkir liar. Ketidakpastian dan kurangnya kontrol atas situasi dapat meningkatkan stres dan kecemasan individu (Zimbardo, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan kepastian dan kejelasan dalam aturan parkir untuk merasa aman.
Kondisi ini diperparah dengan minimnya pengawasan dan penegakan hukum yang efektif. Polrestabes Surabaya mencatat 425 kasus curanmor dengan 554 tersangka sepanjang tahun 2024, menunjukkan bahwa curanmor adalah masalah serius di kota ini. Banyak insiden curanmor terjadi di area yang rawan praktik parkir liar, menimbulkan pertanyaan tentang potensi keterkaitan antara keduanya.
Tarif parkir resmi yang bervariasi, seringkali dianggap tidak sebanding dengan layanan dan keamanan yang diberikan. Hal ini mendorong sebagian masyarakat untuk memilih parkir di area yang dikelola juru parkir liar karena lebih murah dan mudah diakses. Namun, pilihan ini justru meningkatkan risiko kehilangan kendaraan, menciptakan lingkaran setan yang merugikan.
Keterkaitan Parkir Liar dan Curanmor
Juru parkir liar seringkali beroperasi tanpa izin dan pengawasan yang jelas, menciptakan celah bagi pelaku curanmor untuk beraksi. Mereka dapat dengan mudah memantau kendaraan yang menjadi target, mengamati kelengahan pemilik, atau bahkan terlibat langsung dalam aksi pencurian.
Modus operandi curanmor di area parkir liar umumnya dilakukan dengan cepat dan efisien, memanfaatkan minimnya pengawasan, ketidakpedulian masyarakat sekitar, dan kelemahan sistem keamanan kendaraan. Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pelaku curanmor untuk melancarkan aksinya.
Menurut teori psikologi sosial, perilaku individu sering kali dipengaruhi oleh norma-norma dan persepsi sosial yang ada dalam lingkungan mereka (Ajzen, 1991). Keberadaan juru parkir liar dapat menciptakan norma sosial negatif yang memungkinkan atau bahkan mendorong tindakan kriminal seperti curanmor. Ketika pelaku curanmor merasa bahwa perilaku mereka adalah bagian dari norma yang diterima dalam lingkungan parkir liar, mereka akan lebih mungkin untuk melanjutkan aksinya.