Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Seri Jokowi Gagal-11: Ngawurisasi Survei dan Koruf yang Tak Dikehendaki

20 Maret 2019   17:45 Diperbarui: 20 Maret 2019   17:59 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Charta Politica yang dikomandani Yunarto Wijaya malah lebih seru lagi. Saat hari terakhir kampanye Charta menyebut Ahok-Djarot akan unggul dengan angka 49%. Sedangkan Anies-Sandi 47,1%. Suara Anies-Sandi stagnan. Ahok-Djarot merangkak naik.

Akrobatik angka-angka survei tadi ternyata ngawur luar biasa. Hasilnya jungkir-balik. Anies-Sandi menang mutlak dengan 57,96%. Sedangkan juragan yang mereka gadang-gadang nyungsep di  42,04%. Selisih suaranya tidak tanggung-tanggung, 15,92%. Bahkan jika semua suara tidak menjawab 7,9%, dan margin of error yang 3,5% dihadiahkan ke Ahok-Djarot pun, hasilnya tetap jauh dari angka yang rilis.

Pada titik ini, fungsi lembaga survei dan hasil survei mereka sudah berubah. Sedikitnya bisa disebut ada empat tujuan rilis survei yang  mereka lakukan. Pertama, menggiring opini publik bahwa pihak yang membayari mereka memang dikehendaki rakyat. Kedua, menyenangkan dan memberi keyakinan kepada si pembayar. Dengan demikian, fulus tetap dan terus mengalir ke pundi-pundi mereka dengan mulus. Ketiga, menjatuhkan mental kubu lawan. Keempat, menjustifikasi kecurangan yang (pasti?) bakal terjadi.

Kalau benar (dan memang begitu?) para lembaga itu merisilis hasil survei mereka dengan  empat motivasi tersebut, tidak bisa tidak, sejatinya mereka adalah para pelacur. Bedanya, jika pelacur perempuan konsumennya adalah para lelaki hidung belang. Korbannya, keluarga (anak, istri) si lelaki nakal. Tapi yang jadi korban para pelacur intelektual ini adalah rakyat Indonesia yang berjumlah 260an juta jiwa. Jahat sekali! Dan, itu artinya, mereka adalah para penjahat!

Hari ini, Rabu (20/03), harian Kompas merilis hasil surveinya. Koran ini menyebut elektabilitas pasangan Joko-Ma'ruf (Koruf) sebesar 49,2%, Prabowo-Sandi 37,4 dan 13,4% menyatakan masih rahasia. Dibandingkan enam bulan silam (Oktober 2018), posisi Koruf masih di angka 52,6%, Prabowo-Sandi  32,7%, dan rahasia 14,7%.

Pertanyaannya, apakah hasil survei Kompas masuk dalam jajaran para pelacur jahat tadi? Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan ini. Maklum, harian ini kadung dianggap punya reputasi dan kredibilitas. Maksud saya, sebelum Kompas menjadi bagian dari gerombolan media yang tidak menurunkan berita peristiwa superbesar, Reuni Mujahid 212 Desember silam. Pasca peristiwa Reuni Mujahid 212, saya menganggap reputasi dan kredibilitas harian yang sering diplesetkan sebagai Komando Pastur ini sudah masuk ke comberan.

Tapi, yang pasti, Kompas pun jadi bagian dari ngawurisasi pada Pilkada di Jateng. Ditambah gosip yang beredar, rilis resmi survei Kompas itu bukanlah hasil yang sesungguhnya. Konon, angka-angka yang keluar sudah hasil kutak-katik yang penuh kompromistis. Wallahu a'lam.

Terlepas dari yang angka sebenarnya, hasil survei Kompas mengkonfirmasi adanya kegawatan di kubu Koruf. Kalau petahana dapat di bawah 50%, ini artinya ada lebih dari setengah pemilih sudah tidak menghendaki si penguasa. Rakyat tahu, paham, dan merasakan secara langsung sebagai korban kegagalan Widodo sebagai presiden. Artinya, lebih dari setengah rakyat Indonesia tidak menghendaki Widodo yang oleh pendukungnya di Jatim diigelari dengan Cak Jancuk jadi Presiden lagi.

Untuk bisa disebut aman elektabilitas calon petahana harus mengantongi sekurangnya 60%. Tapi, survei Kompas menyebut di bawah 50%. Sudah barang tentu ini membuat kubu penguasa dilanda panik luar biasa. Bayangkan, Jancuk bisa dikatakan sudah berkampanye sejak hari pertama diangkat sebagai Presiden. Dia menguasai dan memilliki akses segala sumber daya; baik personel, sumber daya keuangan, juga kekuasaan. Dengan privilege superdahsyat seperti itu, kok ya elektabilitas tetap saja di bawah 50%?

Sampai di sini, semestinya Koruf menyadari, bahwa rakyat memang ingin Presiden baru. Rakyat sudah lelah dengan segala kebohongan dan pencitraan yang hampir selama empat tahun full terus dipompakan ke seantero negeri publik. Satu kalimat pendek, Cak Jancuk gagal!

Di sisi lain, fakta selalu berlimpah-ruah dan betapa sangat antusiasnya rakyat pada setiap kedatangan Prabowo dan atau Sandi, jelas mengkonfirmasi rakyat emoh terhadap Widodo. Sebaliknya, selalu sepi bahkan sering bubarnya warga yang hadir di acara-acara Koruf, makin menguatkan kian dekatnya bayang-bayang kekalahan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun