Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Suju, Sepatu Supergreen, dan Ekonomi yang Mati Suri

31 Oktober 2018   15:02 Diperbarui: 31 Oktober 2018   15:16 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kedua, RR sendiri tampaknya juga sudah 'tidak berminat' lagi untuk debat. Ini bukan berarti karena dia sudah melupakan substansi persoalan yang teramat penting bagi negara dan rakyat Indonesia itu. Melainkan karena sepertinya dia sudah menduga debat memang tidak akan pernah terlaksana. Bukankah 'bola' ada di tangan Sri? Kalau perempuan yang kadung dianggap hebat sebagai buah kolaborasi media mainstream dan kepentingan asing itu, pada dasarnya memang emoh, sampai kuda bertanduk pun debat tidak bakal terjadi.

Ada yang salah

Sampai di sini saya menilai memang ada yang salah dari Menkeu yang satu ini.  Dia tetap ngotot dan ngeyel dengan berbagai kebijakan  ekonominya yang neolib berat. Sri tidak peduli fakta menunjukkan ekonomi tak beringsut dari 5%, utang menumpuk hingga ribuan triliun, defisit  menganga di mana-mana, harga-harga terus melambung, pendapatan rakyat stagnan bahkan cenderung turun karena PHK terjadi di mana-mana, lapangan kerja sulit dan amat terbatas, dan seterusnya dan lainnya.

Ketika ekonomi mandeg dan rupiah kian terkulai terhadap dolar, Sri dan para menteri ekonomi sibuk menyalahkan faktor-faktor eksternal. Krisis di Argentina dan Yunani, perang dagang Amerika Vs China, dan kebijakan The Fed yang cenderung mengerek suku bunga adalah deretan kambing hitam yang dicuatkan ke permukaan.

Padahal, ibarat tubuh, kalau stamina kuat dan sehat berbagai bakteri dan virus bertebaran pun badan tidak jadi sakit. Sebaliknya, jika stamina loyo tetangga sebelah bersin saja sudah ikut kena flu. Intinya, perkuat ekonomi nasional. Perbaiki defisit  transaksi berjalan, defisit  transaksi perdagangan, defisit  neraca pembayaran, dan defisit  APBN.

Caranya, genjot ekspor nonmigas, tekan impor khususnya barang konsumsi, buka lapangan kerja lebar-lebar untuk anak bangsa, tekan utang luar negeri, dan undang investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI). Karena problem sudah kadung rumit, penyelesaiannya tidak bisa lagi denganc cara-cara biasa.

Harus ada kebijakan-kebijakan terobosan, out of the box. Cepat, tepat, efektif, dan massif. Kalau jurus-jurus ini ditempuh, maka 'tubuh Indonesia' dipastikan bakal kuat dan kebal terhadap berbagai penyakit global. Jika pun ada pengaruh, itu cuma 'senggolan kecil' belaka.

Sayangnya, Sri dan jajaran menteri ekonomi kita tidak begitu. Bisa jadi, mereka sebetulnya paham bahwa langkah-langkah itulah yang harus dilakukan. Namun karena kapasitas dan kapabelitas yang di bawah banderol, maka jurus-jurus pamungkas tadi cuma jadi wacana yang menggantung di awang-awang.

Kondisi tersebut masih ditambah lagi dengan pakem neolib yang mereka anut cenderung melakukan pengetatan saat krisis menerjang. Menaikkan pajak, mengurangi belanja sosial (subsidi), menaikkan harga jual barang kebutuhan dasar adalah obat generik ala neolib. Maka jadilah kontraksi ekonomi semakin mempersulit Indonesia keluar dari kubangan krisis. Ekonomi mati suri. Akibatnya, kehidupan rakyat makin termehek-mehek digencet kian beratnya beban hidup.

Jadi, debat soal utang luar negeri dipastikan tidak bakal terjadi. Solusi bagi ekonomi yang mandeg pun tak kunjung ditemui. Yang bisa rakyat lakukan, hanyalah menunggu sampai 2019, saat pergantian Presiden terjadi. Setelah itu, mudah-mudahan kendali ekonomi negeri tidak lagi di tangan para hamba dan pejuang neolib.

Kendali ekonomi harus berada di tangan orang yang benar-benar punya nyali. Bukan sekadar berani memakai sepatu sneaker warna supergreen yang ngejreng, tapi tunduk dan takzim di hadapan kepentingan asing. Kita perlu orang  yang berani berdiri sama tegak dengan kepentingan global dan siap bekerja ekstra keras untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Aamiin... [*]

Jakarta, 31 Oktober 2018

Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun