Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Lagi, Utang Sudah Lampu Merah!

26 September 2018   14:40 Diperbarui: 26 September 2018   14:44 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Perbincangan seputar utang luar negeri (ULN) Indonesia selalu saja menarik. Pasalnya, total utang pemerintah sampai Agustus 2018 tercatat Rp4.363 triliun. Total utang tersebut naik Rp537,4 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sebesar Rp3.825 triliun. Dengan perkiraan Produk Domestik Bruto (PDB) 2018 yang mencapai Rp14.395 triliun, rasio utang itu terhadap PDB sudah 

Rasio utang terhadap PDB yang 30,31% sudah melewati batas psikologis yang ditetapkan, yaitu 30% dari PDB. Tapi, tetap saja Pemerintah menganggap jumlahnya masih sangat aman. Bukankah rezim ini berpegang pada UU Keuangan Negara no 17/2003 yang memberi batas maksimal rasio utang dan PDB sebesar 60%? Jadi, kalau hari ini rasionya 30,31% tentu saja masih amaaaan...

Batasan rasio utang terhadap PDB yang 60% itu benar-benar menjadi area superlega bagi Pemerintah untuk bermanuver menangguk utang, lagi dan lagi. Simak saja pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Mei silam di Sukoharjo, Jateng. Perempuan yang dikenal sebagai pejuang neolib paling gigih di Indonesia ini menyatakan, total utang Indonesia yang pada akhir April mencapai Rp4.180 triliun masih berada di bawah batas aman. Pasalnya, utang baru disebut gawat bila angkanya menembus Rp8.400 triliun, alias 60% dari PDB.

Rp8.400 triliun, man! Artinya, masih ada ruang untuk berutang lagi hingga Rp4.000an triliun. Memang, belum tentu Sri akan menjaring utang lagi hingga total sampai Rp8.400 triliun. Selain jumlahnya kelewat jumbo, juga nyaris mustahil dia menambah utang Indonesia sampai Rp4.000 triliun lagi dalam waktu kurang dari setahun masa rezim sekarang berkuasa.

Tapi harap jangan lupa, sebelumnya dia juga menyatakan, Indonesia punya aset berupa sumber daya alam melimpah. "Sri Mulyani: Kenapa Takut Utang? Harta Kita Banyak" seperti dimuat pada laman Kompas.com edisi 11 Agustus 2017 (https://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/11/073000826/sri-mulyani--kenapa-takut-utang-harta-kita-banyak).

Paradoks dan ngeyel

Sikap adem-ayem Sri dalam hal utang ini menjadi paradoks, ketika dia menyatakan tahun depan berat jumlah utang yang jatuh tempo cukup tinggi. Kepada kru media saat pers Nota Keuangan dan RAPBN 2019, di Jakarta, 16/8/2018, dia mengatakan jumlahnya mencapai Rp409 triliun.

Tapi bukan Sri kalau tidak ngeyel. Itu sebabnya meski mengakui jumlahnya terbilang cukup besar, tetap saja dia mengklaim bahwa pengelolaan utang negara saat ini semakin baik. Apalagi dia tidak lupa berkelit, bahwa besarnya pembayaran utang itu disebabkan banyaknya utang masa silam yang jatuh tempo.

Sri menyalahkan utang Pemerintah masa lalu yang jatuh tempo tahun depan. Tidakkah dia menyadari, bahwa ribuan triliun utang yang kini dia buat pun akan jadi beban Pemerintah berikutnya? Itu artinya, gunungan utang yang dibuatnya semasa dua kali menjadi Menkeu, akan menjadi beban anak cucu rakyat di masa depan. Sadar ga, sih?!

Rp409 triliun 'saja' sudah dia anggap berat. Padahal, total utang di masa silam itu pasti jauh lebih kecil ketimbang total utang rezim sekarang. Lalu, berapa beban yang harus tiap tahun dibayar rakyat Indonesia di masa depan dengan ribuan triliun utang baru yang dia buat? Pastinya, jumlanya akan jauh lebih besar daridapa Rp409 triliun yang dia keluhkan.

Sejatinya, ada dua biang kerok dari melambungnya utang yang terus dibuat dengan sikap ayem-tentrem. Pertama, paham neolib yang menjadi ajaran suci Menkeu dan jajarannya. Kedua, UU Keuangan Negara no 17/2003. Kombinasi mazhab neolib dan batas aman rasio utang 60% dari PDB inilah yang membuat Pemerintah tanpa merasa berdosa terus menimbun dan mengalihkan beban kepada anak-cucu di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun