Mohon tunggu...
Edy Ariansyah
Edy Ariansyah Mohon Tunggu... Profesional -

Warga Negara Indonesia. Penggiat di Korps Muda Pecinta Alam dan Sosial (KOMPAS) Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Analisa Politik: Keputusan Politik Presiden dan DPR tentang Calon Kapolri

16 Januari 2015   14:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:02 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dinamika politik penentuan Calon Kapolri semakin menarik. Anggapan bahwa Presiden Republik Indonesia tidak konsisten dengan pemerintahan yang bersih (antikorupsi)  dan "bodoh" secara politik itu salah. Realitas politik yang menggelindingkan bola panas sebenarnya bukan dari DPR kepada Presiden. Pada konteks ini, posisi Presiden adalah pemegang kartu penalti terhadap keputusan DPR. Presiden punya peluang terbaik 'menyerang' DPR karena meloloskan Calon Kapolri yg telah mendapat status tersangka.
Poin analisanya: Pertama, Presiden mengusulkan nama calon Kapolri kepada DPR dengan nama Budi Gunawan yang sebelumnya berdasarkan nama-nama yang direkomendasikan Kompolnas. Pada saat pengusulan kepada DPR, Budi Gunawan tidak memiliki rekam/catatan pelanggaran hukum (baik tersangka maupun terdakwa). Kedua, DPR melakukan Fit and Proper Test Calon Kapolri dan meluluskan/menyetujui Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri setelah KPK menetapkan status hukum yang bersangkutan sebagai tersangka kasus gratifikasi
Kita dapat memilah, bahwa poin pembedanya adalah keputusan politik presiden terhadap budi gunawan sebelum sebagai tersangka, sedangkan keputusan politik DPR menyetujui budi gunawan sebagai calon Kapolri setelah yang bersangkutan ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus gratifikasi. Artinya, posisi politik DPR bukan melempar bola panas kepada Presiden dengan menyetujui Budi Gunawan sebagai calon Kapolri melainkan keputusan politik terburuk di mata publik bagi DPR. Idealitasnya, DPR harus memutuskan menolak calon tersebut dengan dasar yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh KPK. Kata lainnya, gol bunuh diri bagi DPR pada konteks komitmen penyelenggaraan pemerintahan yang bebas dari korupsi. Keputusan politik seperti itu semakin menguatkan stigma publik terhadap DPR sarangnya dan pro-korupsi.
Setelah DPR menyetujui Budi Gunawan, lantas bagaimana posisi keputusan politik yang harus diambil Presiden? Untuk membuktikan konsistensi gagasan pemerintahan yang bebas korupsi, Joko Widodo harus mengambil sikap menunda sementara pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri dengan tujuan memastikan status hukum yang tetap trhadap yang bersangkutan. Jika yang bersangkutan terbukti dan ditetapkan sebagai terdakwa, maka presiden harus menganulir Budi Gunawan sebagai calon kapolri dan keputusan DPR tidak memiliki taring apa-apa kecuali mendapat stigma negatif. Sebaliknya, jika Budi Gunawan tidak bersalah, Presiden meneruskan prosesi keputusan politik untuk melantik Kapolri. Dengan pilihan keputusan tersebut, Presiden tetap menunjukan komitmen penegakan hukum dan pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Artinya, pemenang sesungguhnya dalam pertarungan keputusan politik konteks ini bukan DPR (baik KIH maupun KMP, dan apalagi Partai Demokrat yang mundur sebelum bertarung - pecundang), dan bukan pula KPK. Pemenang sesungguhnya adalah Presiden Joko Widodo bersama rakyatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun