Mohon tunggu...
Ahmad Zain Sarnoto
Ahmad Zain Sarnoto Mohon Tunggu... Dosen - pemerhati pendidikan, psikologi dan agama

Dosen Program Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta dan Direktur Lembaga Kajian Islam dan Psikologi (eLKIP)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menguji Kesaktian Pancasila di Tengah Pandemi

18 Juni 2020   12:06 Diperbarui: 18 Juni 2020   12:06 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai lahir lahirnya pancasila, yang dikukuhkan sejak 1 Juni 1945 sebagai dasar Negara Republik Indonesia sekaligus sebagai falsafah bangsa.

Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila mendasari aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila memiliki lima sendi yaitu, pertama, Ketuhanan Yang maha Esa, kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, ketiga, persatuan Indonesia, keempat,kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawatan dan perwakilan, dan kelima keadilan social bagi seluruh rakyah Indonesia

Masih dalam suasana memperingati lahirnya pancasila 1 Juni,  pembicaraan soal Pancasila kembali menghangat setelah fraksi PDI Perjuangan di DPR RI mengajukan Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang kemudian disetujui oleh DPR untuk dibicarakan bersama dengan Pemerintah sebagai mitranya(https://www.law-justice.co/)

Diajukannya  RUU HIP ditengah pandemi covid-19 ini memunculkan pertanyaan seputar urgensi dibuatnya RUU tersebut. Dan kecurigaan adanya agenda terselubung.Tidak heran, jika RUU HIP mendapat tantangan (resistensi) dari masyarakat karena dianggap membawa agenda tersembunyi untuk memasukkan paham komunis yang sudah dilarang melalui TAP MPRS No. XXV tahun 1966. Apalagi TAP MPRS tersebut juga tidak menjadi salah satu konsideran penyusunan RUU tersebut.

Bukankah lebih  baik DPR-RI mengusulkan menghidupkan kembali TAP MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan pengamalan Pancasila. Karena untuk merawat dan melestarikan ideologi dan dasar negara dibutuhkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Pancasila menjadi pedoman hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen. (https://www.viva.co.id/vstory/)

Majelis Ulama Indonesia (MUI)  sebagai representasi umat Islam Indonesia bereaksi terhadap RUU HIP. Ada beberapa hal yang disoroti MUI, di antaranya tidak mencantumkannya Tap MPRS Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, sebagai bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah memilukan yang pernah dilakukan PKI.

Menurut MUI, RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945. "Kami memaknai dan memahami bahwa pembukaan UUD Tahun 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila, adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP justru telah mendegradasi eksistensi Pancasila," tulis pernyataan sikap MUI berupa Maklumat Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia Nomor : Kep-1240/DP-MUI/VI/2020 tanggal 12 Juni 2020. (Baca juga: Bahas RUU, Fadli Zon-Mahfud MD Debat di Medsos)

MUI juga menilai memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni "Gotong Royong", adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila itu sendiri, dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan Pasal 29 Ayat 1 UUD Tahun 1945, serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.(https://today.line.me/id/)

Setelah banyaknya reaksi penolakan RUU HIP dari masyarakat, akhirnya Presiden Jokowi melalui Menkopolkam Mahfud Md pada Selasa, 16 Juni 2020, mengumumkan permintaan Pemerintah kepada DPR agar menunda pembahasan RUU HIP. Alasan utamanya adalah memberi waktu bagi DPR untuk menangkap aspirasi masyarakat dan saat ini sedang fokus menangani pandemi Covid-19.( https://nasional.tempo.co/)

Semoga DPR dan Pemerintah tidak sekedar menunda pembahasan RUU HIP, tapi membatalkan RUU tersebut, bukankah kita sudah sepakat Pancasila sebagai dasar negara, umat Islam dan diwakili oleh MUI dengan tegas menyampaikan pernyataannya bahwa RUU-HIP dapat mengaburkan manka pancasila itu sendiri.

Bersyukur kita masih ada kekuatan elemen masyarakat yang sigap termasuk MUI dan ormas-ormas Islam serta para Purnawirawan TNI, menyikapi RUU-HIP yang tidak lain adalah hak inisitatif DPR, pertanyaannya, ketika RUU-HIP mendapat penolakan dari masyarakat, lantas DPR mewakili siapa? Seharusnya DPR lebih fokus bagaimana mengawasi pemerintah agar lebih maksimal mengurusi rakyat yang sedang terdampak covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun