Mohon tunggu...
Eduardus Benedictus Sihaloho
Eduardus Benedictus Sihaloho Mohon Tunggu... -

Peminat masalah sosial dan kemasyarakatan, senang membaca, suka menulis, pencinta olahraga khususnya Sepakbola, harus tetap cinta Indonesia untuk selamanya.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Anak-anak Sekolah: Bebas dari Aturan Berkendara?

10 April 2012   17:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:47 1968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu keprihatinan sekaligus kekhawatiran saya saat ini adalah soal bebasnya anak-anak sekolah berkendara pergi dan pulang sekolah baik pada jam sekolah maupun pada jam les sore. Secara khusus anak sekolah yang bebas berkendara di jalan raya ini adalah siswa-siswa SMP, SMA, dan SMK. Saya tidak tahu dengan pasti tentang legalitas atau perizinan mereka untuk membawa kendaraan di jalan raya, sebab saya memang tidak punya kapasitas untuk menyelidiki hal tersebut. Namun yang saya tahu dengan pasti bahwa orang-orang yang sudah berumur 17 tahun keatas yang telah diperbolehkan mengendarai kenderaan bermotor di jalan raya, yang didukung dengan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Sebaiknya para penegak hukum yang memiliki wewenang untuk itu memberi penjelasan yang semestinya tentang aturan tersebut, agar kita sebagai warga masyarakat yang sangat awam tentang hal itu bisa memperoleh keterangan yang sungguh bisa dipertanggungjawabkan. Menurut aturan, seseorang yang diperbolehkan untuk mengenderai kendaraan di jalan raya adalah seseorang yang telah memilki SIM. Kalau mau ditelisik lebih jauh bahwa usia rata-rata anak-anak sekolah yang membawa kendaraan tersebut masih berada di bawah umur 17 tahun, sangat sedikit di antara mereka yang berumur 17 tahun kecuali anak-anak sekolah kelas 3 SMA dan SMK. Maka kalau diperhatikan umur mereka, sebenarnya mereka belum layak melakukan itu, tetapi kenapa hal itu terjadi: Siapakah yang salah dan siapakah yang harus bertanggung jawab atas kebebasan ini?

Kalau anak-anak bebas mengemudikan sepeda motor di jalan raya tanpa SIM, siapakah yang bertanggungjawab? Seandainya orangtuanya yang bertanggungjawab: dalam bentuk apa mereka memperlihatkan tanggungjawabnya. Tapi inipun masih berandai-andai. Selain masih di bawah umur untuk mengemudikan sepeda motor, karena rata-rata masih di bawah umur 17 tahun, mereka juga saat membawa sepeda motor tidak memakai perlengkapan yang semestinya dipergunakan seperti helm. Umumnya mereka tidak pakai helm saat pergi ke sekolah ketika membawa sepeda motor.

Karena itu (dalam forum ini), kita mengajukan pertanyaan kepada petugas resmi tentang aturan berkendara di jalan raya ini: Adakah aturan resmi yang telah diterbitkan sebagai pengecualian (dispensasi) kepada anak-anak sekolah ini? Saya mohon maaf, kalau memang sudah ada tapi saya belum tahu. Barangkali saya ketinggalan informasi. Namun sejauh informasi dan aturan yang berlaku resmi di Negara kita, bahwa orang yang bisa dengan bebas (dalam arti bertanggungjawab) untuk mengemudikan kendaraan di jalan raya adalah mereka-mereka yang telah memiliki SIM. Selain itu, kalau melakukannya masih merupakan tindakan yang illegal.

Ketakutan dan kekhawatiran soal maraknya anak-anak sekolah menggunakan kendaraan bermotor ke sekolah ini, diakibatkan banyaknya anak-anak tersebut ugal-ugalan saat berkendara di jalan raya. Apalagi dengan motor matic saat ini, dengan seenaknya mereka melaju dengan kencang di jalan tanpa peduli dengan pengendara yang lain. Selain itu, aturan berkendara mereka juga tidak tahu. Sebagai sharing pengalaman: sekitar dua tahun yang lalu, yang saya alami sendiri: Pada suatu hari pada tengah hari saya pulang dari kantor hendak makan siang ke rumah. Saya menaiki sepeda motor. Singkatnya, saat menjelang tiba di persimpangan menuju rumah, saya menghidupkan lampu penunjuk arah ke kanan atau lampu tanda berbelok ke arah kanan, jaraknya kira-kira 20 meter sebelum simpang untuk berbelok. Namun ketika kira-kira sekitar tiga meter lagi menuju ke simpang tersebut, tiba-tiba datang seorang anak sekolah bersepeda motor yang melaju dengan kencang dari belakang dari arah yang sama “menyalib” saya. Saya kaget dan terkejut, jantung rasanya mau copot. Orang-orang sekitar juga sudah ada yang berteriak: “Awasss……………….”. Saya sendiri bingung kemana dan untuk siapa tujuan peringatan “awas…” tersebut.

Namun karena tiba-tiba anak sekolah itu lewat dengan kencangnya, maka saya sadar bahwa teriakan itu bukan untuk saya. Tetapi si anak sekolah tadi tetap melaju dengan kencang menuju tujuannya, tanpa sedikitpun merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya terhadap saya. Tidak itu saja, sudah beberapa juga kejadian yang saya saksikan sendiri bahwa anak-anak sekolah menabrak orang yang sedang berjalan kaki, orang yang sedang bersepeda, dan orang yang sama-sama mengendarai sepeda motor. Ada juga korban yang meninggal, tapi tak sedikit juga yang luka-luka. Pada umumnya orang-orang sekitar TKP (tempat kejadian perkara) marah dan gemas atas tindakan anak-anak sekolah ini.

Akhirnya penanggungjawab kejadian itu tetaplah orangtuanya, karena setelah kejadian tersebut orang-orang sekitar TKP mengambil kunci sepeda motor tersebut, sambil menunggu orangtua si pelaku tiba di tempat kejadian perkara. Tentunya para korban telah diselamatkan lebih dahulu dengan mengantarnya ke rumah sakit atau klinik terdekat. Saya sendiri sangat prihatin dengan keadaan yang demikian. Anda sendiri sebagai pembaca tulisan ini, bagaimana? Apakah ada juga kejadian yang sama dengan apa yang telah saya alami dan tuliskan disini?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun