Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilpres 2024: Benarkah AHY Tak Laku?

27 November 2021   08:43 Diperbarui: 21 Desember 2021   10:44 1653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)

Siapa yang tak kenal Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)? Putra mahkota dari mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namanya santer terdengar dan digadang-gadang maju sebagai calon presiden di pilpres 2024. Paling tidak bisa mengikuti jejak ayahnya yang memimpin Indonesia selama dua periode.

Presiden adalah jabatan politik yang dipilih langsung oleh rakyat. Nasib seseorang tidak selalu sama dengan orang tuanya. Apalagi bicara soal pemimpin yang lahir dari rahim demokrasi, tidak selalu linear antar ayah dan anak. Semua orang punya ukuran sendiri untuk memilih pemimpinnya.

Berbeda dengan seorang calon raja yang ditakdirkan langsung menjadi raja manakah ayahnya turun tahta. Presiden tentu berbeda dengan raja. Presiden lahir dari kehendak rakyat yang memiliki prinsip utama demokrasi "dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat".

Kembali pada judul tulisan ini, AHY tidak bisa lagi mengandalkan nama besar ayahnya SBY. Keberhasilan SBY dalam memimpin Indonesia, tidak selalu menjadi magnet elektoral bagi publik untuk memilih AHY. Hal ini terbukti saat pilkada DKI Jakarta kala itu harus tersingkir pada putaran pertama.

Pilpres 2024 memang menjadi panggung politik pertama bagi AHY bila diusung menjadi calon presiden atau calon wakil presiden. Dengan modal suara partai Demokrat pada pemilu 2019 memang sangat sulit bagi mereka untuk membentuk koalisi. Setidaknya membutuhkan dua partai tengah bersama partai Demokrat untuk membentuk poros baru. Mengingat partai papan atas saat ini memiliki figur masing-masing yang memiliki elektabilitas diatas AHY.

Pada Pemilu 2019, jumlah perolehan suara dan perolehan kursi di DPR untuk Partai Demokrat menurun dari posisi keempat pada 2014, menjadi posisi ketujuh dari 9 partai di DPR, dengan perolehan suara sebanyak 7,77% suara nasional (10.876.507). Undang-undang mengamanatkan bahwa suara pemilu 2019 sebagai tiket untuk pencalonan presiden di pilpres 2024. Walaupun, hal ini sungguh sangat tidak lazim. 

Jika demikian adanya, akan sangat sulit bagi Demokrat membangun koalisi hanya dengan satu partai papan tengah. Dua partai partai papan tengah yang mungkin bisa diajak berkoalisi adalah PKB dan PKS. Nasdem sudah memberikan signal bahwa tidak akan berkoalisi dengan partai yang sudah memiliki calon presiden. Paling tidak Nasdem memberikan signal untuk membangun koalisi tanpa harus terikat dengan figur tertentu.

Kehadiran figur AHY tentu tidak bisa disamakan dengan SBY di tahun 2004. Figur SBY kala itu sebagai primadona baru bagi publik. Tipe pemimpin yang berwibawa, cerdas dengan penampilan yang menarik mengantarkan sosok SBY cepat dikenal publik. Sering dengan kejenuhan publik terhadap gaya kepemimpinan para tokoh masa orde baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun