Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengapa Takut dengan Buzzer?

9 November 2021   13:57 Diperbarui: 21 Desember 2021   15:12 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Buzzer di media sosial (sumber: news.detik.com)

3. Penetrasi buzzer menembus ruang privat

Ini yang paling ditakutkan oleh beberapa kelompok yang menyuarakan agar buzzer diberantas. Mereka sepertinya takut bila kehidupan pribadi dikuliti abis-abisan oleh buzzer. Sering kali aib para tokoh maupun para ahli di umbar di media sosial oleh buzzer. Ramai-ramai melakukan perundingan sebagaimana ciri khas netizen Indonesia yang ganas.

Beberapa tokoh nasional pernah merasakan ganasnya para buzzer. Para buzzer secara brutal menyerang privasi yang sangat rahasia itu. Entah darimana mereka mendapatkan bukti-bukti, namun mereka berhasil melucuti kemunafikan dan keborokan para tokoh.

Keberhasilan para buzzer tersebut membuat sebagian tokoh geram. Masa lalu diungkit, kejelekan beberapa tokoh di ranah privat diumbar. Seakan ingin membuktikan bahwa apa yang mereka tampilkan di ruang publik tidak selalu sama dengan di ruang privat. Misal: nasihat bijak tokoh diruang publik, ternyata tidak sebanding dengan perbuatan tokoh di ranah privat. Ini lah yang coba dimainkan oleh para buzzer.

Kasus selingkuhan, chat mesum atau aib lainnya berhasil dibongkar oleh buzzer. Sebagian besar menganggap buzzer sebagai gerakan yang menghancurkan karakter pribadi seseorang. Namun, buzzer tidak peduli yang penting bagi mereka membongkar kemunafikan para tokoh adalah penting untuk diketahui publik.

4. Serengan nya struktur, masif dan sistematis

Seperti ada yang mengkoordinasikan, serangan buzzer memang terkesan struktur, masif dan sistematis. Penulis menyadari bahwa kecurigaan terhadap gerakan buzzer di ruang maya karena ada yang memotori adalah sesuatu yang mengada-ada. Gerakan di ruang maya berbeda dengan dengan gerakan di ruang nyata. 

Gerakan di ruang maya tidak membutuhkan mobilisasi fisik yang tentu membutuhkan tenaga, waktu dan finansial. Gerakan di dunia maya bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Dan tentu tidak membutuhkan modal banyak, cukup modal punya pulsa data, handphone dan jaringan internet.

Gerakan buzzer di ruang maya sangatlah mudah. Tidak butuh sosok untuk mengkoordinasikan nya. Cukup bermodalkan tagar seperti di Twitter misalnya, maka ramai langsung bergerak cepat mengikuti isu yang lagi trending tersebut. Ini yang mestinya disadari bahwa media sosial sekarang adalah rajanya media. Siapa saja bisa masuk untuk berpendapat dan berkomentar.

Kesan senasib dan sepenanggungan ini membuat buzzer seperti begitu kompak. Serangan yang secara sporadis ke beberapa tokoh tertentu, membuat beberapa tokoh tersebut kewalahan dan geram. Alhasil, banyak akun buzzer yang diblokir oleh beberapa tokoh.

Bagi buzzer apa yang dilakukan oleh beberapa tokoh dengan cara memblokir adalah pecundang. Kalah dalam berdebat lalu di blokir. Bagi buzzer, orang-orang tersebut kelakuannya seperti anak kecil yang selalu merengek bila kalah saat berdebat.

Penulis mengingatkan bahwa jangan hanya beda peran kita mengutuk orang lain. Biarkan kita saling mengontrol agar ruang demokrasi berjalan secara berimbang. Tidak didominasi oleh orang yang melabeli diri ahli namun syarat kepentingan. Semoga!!




Mengeruda, 09 November 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun