Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kala Aktivis Kehilangan Taring

2 November 2021   18:10 Diperbarui: 2 Januari 2022   18:17 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Aktivis (sumber: malangtimes.com)

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)

Saat masih menjadi mahasiswa, penulis merasa bangga bila disebut aktivis. Aktivis sebagai simbol kekuatan mahasiswa. Selain itu, aktivis sebagai gerakan yang memperdulikan isu-isu yang aktual di masanya. Pokoknya jadi aktivis kala itu seperti kebanggaan tersendiri.

Sering turun berdemonstrasi saat kebijakan pemerintah tidak berpihak pada masyarakat kecil. Diskusi diruang publik seperti emperan toko, alun-alun kota dan warung kopi sering dilakukan oleh sebagai kalangan aktivis. Ada yang bilang "dari warung kopi semua gagasan pergerakan dimulai".

Jadi mahasiswa, jadi aktivis bukan perkara mudah. Salah atur waktu, perkuliahan bisa terbengkalai. Jika fokus pada pergerakan, maka tugas perkuliahan bisa saja terabaikan. Butuh kerelaan untuk meninggalkan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat.

Di beberapa kesempatan penulis menyampaikan pesan bahwa penting juga menjadi aktivis. Akan tetapi pergerakan bukan pengganti (subtitusi) perkuliahan. Tidak meninggalkan perkuliahan hanya untuk kegiatan "pergerakan" sebagai aktivis. Aktivis hanya pelengkap (komplementer) dari tugas-tugas penting mahasiswa.

Tentu menjadi aktivis adalah pilihan setiap mahasiswa. Tidak diwajibkan namun bagi sebagian mahasiswa menjadi aktivis berarti mengambil peran lebih sebagai agen untuk mengontrol (agent of control) kebijakan pemerintah. Dalam era demokrasi peran ini penting untuk menjaga pembangunan ekonomi nasional. 

Kekuatan aktivis mahasiswa dalam mengontrol kebijakan pemerintah perlu diakui. Rekam jejak mahasiswa pernah tercatat sebagai kekuatan masyarakat sipil (civil society) yang menjatuhkan rezim orde baru. Kala itu pemerintah Soeharto runtuh akibat gerakan (demonstrasi) dari mahasiswa.

Lalu bagaimana kekuatan pergerakan mahasiswa sekarang? Apakah masih seefektif dulu? Di masa pemerintahan presiden Joko Widodo ada kesan pergerakan mahasiswa seperti kehilangan taring. Bahkan ada kesan Pemerintah Joko Widodo totaliter. Benarkah demikian?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis akan menguraikan beberapa hal yang sekiranya memiliki relevansi dengan pergerakan mahasiswa sekarang.

Berkurangnya Hegemoni Mahasiswa sebagai Agent of social control

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun