Mohon tunggu...
Media publish
Media publish Mohon Tunggu... Penulis - Indonesia

Berkarya lewat tulisan mu.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Budaya Korupsi Milik Siapa ?

26 Juni 2019   00:18 Diperbarui: 9 Februari 2023   08:44 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi ( bahasa latin: courruptio dari kata kerja corrumpere, yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Pada umumnya, korupsi adalah "benalu sosial" yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan negara. Selain itu, Korupsi merupakan  bagian dari gejala sosial yang masuk dalam klasifikasi menyimpang (negative), karena merupakan suatu aksi tindakan dan perilaku sosial yang merugikan individu lain dalam masyarakat, menghilangkan kesepakatan bersama yang berdasar pada keadilan, serta pembunuhan karakter terhadap individu itu sendiri. Makna korupsi, sebagai suatu tindakan moral, tidak memihak kepentingan bersama (egois), mengabaikan etika, melanggar aturan hukum, dan terlebih melanggar aturan agama.

Korupsi santer dikabarkan merupakan sebuah budaya. Budaya adalah suatu kebiasaan atau perilaku yang terjalin setiap saat atau sering dilakukan. Sehingga, jika mengacu pada budaya korupsi maka dapat dikatakan bahwa hal ini merupakan kebiasaan yang terlaksana tanpa disadari.

Budaya korupsi sering dikaitkan kepada elite politik maupun pelaku-pelaku birokrasi pemerintahan. Akan tetapi, berangkat dari budaya korupsi ini sudah mengakar semenjak berada didalam kalangan masyarakat, hal itu dipicu dengan sebuah kepentingan untuk menuju pada tampuk kejayaan dan kekuasaan.

Maka seseorang sebelum dikatakan sebagai koruptor di kalangan elite politik maupun pelaku birokrat, sebelumnya orang itu adalah masyarakat biasa yang kemudian dipicu sebuah kepentingan menuju tampuk kekuasaan dengan berbagai strategi demi terwujudnya sebuah keinginan untuk berkuasa.

Dalam tatanan masyarakat yang awam, hal tersebut justru mudah terlaksana, mengingat bahwa kepolosan dan keawaman masyarakat mulai dapat dibajak dengan berbagai isu dan financial oleh sekelompok stakeholders. Sehingga pada saat pesta demokrasi, masyarakat yang menerima uang dan memberi uang untuk memenangkan orang tertentu adalah bagian dari pada korupsi yang terlaksana dikalangan masyarakat.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas berdemokrasi belum layak melahirkan pemimpin bangsa yang demokratis dan lahir dari aspirasi masyarakat murni. 

Mengingat terjadinya money politic dan black campaigne masih terjadi dikalangan akar rumput dan secara tidak langsung telah merusak tatanan kualitas demokrasi serta secara terang-terangan telah mengajarkan budaya korupsi  dalam bentuk pemberian uang dan diberikan uang untuk kepentingan orang tertentu.

Sehingga budaya korupsi bukan semata-mata merujuk pada elite politik maupun para pelaku birokrat saja, tetapi sudah lebih dulu mengakar dikalangan akar rumput (masyarakat).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun