Mohon tunggu...
Eddy Salahuddin
Eddy Salahuddin Mohon Tunggu... Guru - Indonesia

Menulis menghibur diri dan mengungkapkan rasa dengan hati dan jiwa yang terdalam. Berjuang demi generasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Camui

14 Mei 2020   18:05 Diperbarui: 14 Mei 2020   18:04 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Apa katamu, ini bukan soal gengsi. Apa sih yang diharapkan dengan menanam begituan. Hasilnya baru bisa dinikmati berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kalau kita menambang langsung bisa mendapatkan uang hari itu juga," Yanto mulai emosi mendengar ucapan istrinya.

"Tapi, mana buktinya, Bang! Sudah hampir seminggu tambang itu tidak memberikan kita apa-apa. Kebutuhan kita semakin hari kian bertambah. Berharaplah yang pasti-pasti saja jangan menungu sesuatu yang tak pasti," kata-kata mengalir deras dari istri Yanto.

Telinga Yanto memerah mendengar ucapan istrinya. Celotehan yang didengarnya makin hari makin memojokkannya. Dia berharap istrinya mendukung usaha tambang yang telah dikelolanya selama ini. Namun, harapannya pupus setelah melihat keberhasilan para petani sawit dan petani sayuran di desanya mulai tampak. Sikap pesimis istrinya terhadap usahanya selama ini menambah keputusasaan Yanto.

Teringat ia akan kata-kata Bayu saat mereka mulai membuka usaha tambang itu tiga tahun yang lalu. Kata-kata yang membangkitkan semangatnya untuk berusaha keras mengolah lokasi tambang menjadi sumber kehidupan masa depan mereka.

"Yanto, kita harus yakin dan percaya bahwa kehidupan ini akan berubah jika kita mau berusaha mengubahnya. Sejak orang tua kita mewariskan tanah leluhurnya kepada kita di desa ini, perubahan yang terjadi hampir tidak terlihat sama sekali. Coba kau lihat jalan-jalan desa, irigasi, lumbung di ujung sebelah Barat sana, hingga rumah-rumah warga apakah masih terlihat seperti dulu?" Bayu mencoba menjelaskan sesuatu yang belum pernah terpikirkan oleh Yanto.

Keduanya memang berbeda usia, Bayu lebih tua empat tahun daripada Yanto. Persisnya Yanto adalah adiknya. Tapi, pengalaman Bayu dalam membuka usaha tambang menjadikannya berani mengajak para pemuda untuk mengembangkan usaha itu karena dinilai bisa memberikan masa depan bagi warga desanya. Bayu pun sempat mengenyam pendidikan di kota hingga tamat SMA. Namun, karena ia tidak mempunyai keterampilan apa-apa, orang tuanya menganjurkannya membuka tambang.

Melihat usaha tambangnya mulai sukses pasca kebun ladanya yang sudah ditinggalkan karena kurang menjanjikan, Bayu mempersunting gadis desa itu, Tina yang kebetulan pacarnya semasa SMA. Usia Tina belum 21, saat Bayu menyatakan cintanya kepada Tina. Akan tetapi, karena panah asmara sudah menemukan sasarannya, Bayu akhirnya menikahi Tina dengan pesta desa yang sangat meriah. Kedua orang tua Tina pun yakin sepenuhnya bahwa anaknya akan hidup bahagia dengan lelaki pujaan hati yang telah mencuri simpatinya.

Melihat kesuksesan Bayu dalam mengubah masa depannya, semakin memantapkan Yanto untuk melanjutkan perjuangan yang telah dirintis itu. Kehidupan Bayu dalam satu dua tahun pertama otomatis berubah drastis. Mereka bisa membangun rumah yang bagus dengan perabot rumah tangga yang bagus-bagus. Sebuah pick up pun sudah mereka miliki untuk mengantarkan hasil tambang mereka ke kota untuk dijual kepada penampung.

Sesekali Bayu mengajak Yanto pergi belanja kebutuhan sehari-hari ke kota. Ia sangat senang jika Bayu mengajaknya kebetulan ia pun jarang ke kota. Jika pergi ke kota, Bayu biasanya akan belanja banyak sekali. Tina istrinya selalu meminta dibelikan barang-barang, terutama perabot dapur dan kebutuhan kosmetik. Yanto hanya bisa mengira-ngira berapa banyak uang Bayu habis untuk memenuhi belanjaan istrinya itu. Dia hanya heran saja dengan perabot yang dibeli itu terkadang tidak digunakan hanya untuk disimpan saja memenuhi lemari besar yang ada di pojok dapur.

Namun, kini ia menghadapi tantangan yang pelik. Bagaimana ia meyakinkan istrinya agar dirinya yakin usaha tambang ini mampu mengubah mimpi-mimpi mereka. Dia ingin agar usaha yang telah dirintis oleh sahabatnya, Yanto tidak sia-sia belaka. Dia ingin arwah Yanto yang tewas di lubang camui tersenyum melihatnya sukses mengolah tambang.

Kesedihan Tina, istri Bayu memang tak sebanding dengan apa yang telah diberikannya selama ini. Yanto juga tak ingin kesedihan itu juga terjadi pada istrinya. Yanto ingin istrinya juga merasakan bagaimana bahagianya bila pergi ke kota membawa banyak uang belanja. Membeli semua benda yang diidamkan; membawanya pulang hingga suasana rumah menjadi nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun