Mohon tunggu...
Edi Santoso
Edi Santoso Mohon Tunggu... Dosen - terus belajar pada guru kehidupan

Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Jenderal Soedirman.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenanganku pada Buku

17 Mei 2018   12:38 Diperbarui: 17 Mei 2018   12:51 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Hari Buku Nasional jatuh bertepatan dengan hari pertama Ramadhan tahun ini. Diundang untuk membincangkan buku di RRI Purwokerto tadi pagi, membuatku sedikit emosional. Terlebih setelah pembicara lain, pustakawan dari Perpusda, menyinggung tentang perpustakaan keliling (perpusling). Ya, perpusling itulah yang membawaku pada kenangan sekian tahun silam.

Buku, apalagi perpustakaan, adalah barang mewah di kampungku waktu itu. Maka kehadiran mobil perpusling sepekan sekali ke kampungku adalah kegembiraan tersendiri bagi beberapa orang pecinta buku, termasuk aku (semoga tidak ge er, hehe). Buku yang aku pinjam, gak keren-keren amat sih, wong cuma novel-novel fiksi . Novel-novel detektif seperti 'Pasukan Mau Tahu', 'Lima Sekawan',  atau karya-karya Enid Blyton lainnya adalah favoritku.

Ketika mobil datang, petugas di kelurahan akan menabuh kentongan, mengundang warga yang ingin meminjam atau mengembalikan buku (Waktu itu belum ada WA grup, jadi ga ada broadcast pengumumuna dari kelurahan, hehe). Bunyi kentongan itu sering kali aku dengar saat sedang  berada di sawah. FYI, sampai lulus SD, aku adalah penggembala kambing, sehingga sawah sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharianku.

Bunyi kentongan penanda perpusling saat 'berdinas' jadi penggembala adalah dilema. Mendatangi arah bunyi itu berarti kambing akan terlantar (resiko terberat penggembala adalah ketika kambing makan tanaman di sawah orang). Kalau diacuhkan, maka berarti akan kahilangan dapat pinjaman buku baru. Karena urusan menggembala juga, aku rasanya sulit berpisah dari buku. Di sawah, setelah jenuh bermain dengan lumpur atau berburu jamur, buku adalah teman terbaik untuk menanti saatnya kambing-kambing kenyang perutnya.

Dilema seperti itu seringkali kuselesaikan dengan merelakan uang jajan berpindah tangan. Aku harus membayar lima puluh perak ke temenku untuk menjaga kambing, sementara aku berburu pinjaman buku. 

Menurutku sih setimpal, karena di hari-hari setelah itu akan tenggelam dalam dunia detektif yang mengasyikkan, sembari  menanti kambing-kambing melahap rumput. Percayalah, membaca novel di gubuk sawah atau di bawah pohon Randu, adalah keasyikan tersendiri. Sementara angin bertiup sejuk menerpa wajahmu, kamu leluasa menjelajahi alam imajinasi para novelis yang tak pernah habis.

Saat masuk SMP, aku jarang lagi bejumpa perpusling. Kebetulan, SMP ada di kota kecamatan, agak jauh dari desaku, sehingga sempat kos beberapa bulan. Pedagang majalah bekas di dekat terminal, tidak jauh dari sekolahku, menjadi alternatif. Majalah Bobo dan Ananda bekas, kalau tidak salah, dijual dengan harga Rp 100. Dengan menyisihkan uang jajan, harga majalah itu cukup terjangkau.

Kebiasaan membaca sambil nungguin kambing membuat banyak orang salah kira. Aku dianggap anak rajin, selalu belajar bahkan saat menggembala. Padahal, aku hanya membaca fiksi, bukan buku pelajaran, hehe... Tapi setidaknya kecintaan pada buku bermula dari situ. Maka, sekarang, pada anak-anakku, aku coba tumbuhkan hal serupa. Bukan menyuruh mereka menggembalakan kambing tentu, tetapi melatih dekat dengan buku sesuai dengan zamannya. Misalnya, saat mereka ulang tahun, aku membelikannya buku. Saat jalan-jalan, aku ajak ke toko buku. 

Membawa anak-anak ke toko buku, terlebih saat ada uang. adalah kepuasan tersendiri. Ini seperti balas dendam. Dulu, di masa seusia mereka, aku hanya bisa pinjam, atau kalau beli juga sebatas majalah bekas. Buku atau majalah baru adalah kemewahan waktu itu. Kini, kubebaskan anak membeli buku yang mereka suka (tentu, sebatas plafon anggarannya, hehe).

Mendidik anak untuk mencintai buku memang tidak mudah. Apalagi sekarang, daya tarik gadjet tak ada bandingnya. Namun tanpa harus anti smartphone, kita tetap mendekatkan anak dengan buku. Pasti ada sensasi tersendiri setelah mereka membaca buku. Di saat mereka bertumbuh, tanamkan kenangan dengan buku. Selamat Hari Buku!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun