Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tersenyum Bersama Tambang untuk Kehidupan

19 Oktober 2016   08:53 Diperbarui: 19 Oktober 2016   09:45 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja Pertambangan Di Atap Bumi Papua (sumber foto: repro foto sampul tabloid Berita Kita)

Coba kamu perhatikan foto sampul di atas, apakah yang paling menonjol kelihatan dari wajah orang-orang tersebut?  Ya, itu adalah senyum dan ketawa terpancar dari 8 (delapan) orang yang berbeda.

Wajah mereka adalah gambaran dari pekerjaan yang mereka lakukan dengan latar belakang pegunungan yang ekstrem, pada ketinggian 4,585 meter di atas permukaan laut. Mereka bekerja di kompleks pertambangan di atap bumi, Grasberg, Papua, Indonesia. Senyum mereka adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi mereka mempunyai kesempatan untuk berperan serta menambang sumber daya mineral berupa bijih tembaga yang bernilai ekonomis yang digunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia secara global tidak hanya Indonesia.

Salah satu prinsip paling utama untuk memenangkan pertemanan dan mempengaruhi masyarakat adalah dengan Senyum.Sebuah tindakan kecil yang luar biasa tidak hanya mengubah diri kita sendiri namun juga mempengaruhi kebahagiaan orang lain. Prinsip ini adalah yang pertama kali diperkenalkan oleh Dale Carnegie, dalam bukunya: “How to Win Friends and Influence People” , pertama kali dipublikasi pada tahun 1936.

Tahun yang sama dimana tim ekspedisi Belanda, Dr. Anton H. Colijn, Frits J. Wissel  dan Jean Jacques Dozy merupakan kelompok luar negeri pertama yang mencapai gunung gletser Jaya Wijaya dan menemukan cadangan mineral yang disebut “Erstberg”(Gunung Bijih), batuan hitam kokoh dengan kandungan tembaga menjulang 180 meter di atas permukaan tanah di ketinggian 3,600 meter dia atas permukaan laut. Tampak dalam foto mereka bertiga tersenyum bahagia  setelah 50 (lima puluh) hari mendaki gunung dengan cuaca ekstrem dan menemukan Gunung Tembaga.

Ketiga orang penemu Ertsberg, Gunung Bijih Tembaga. sumber foto : http://trindonesia.blogspot.co.id/
Ketiga orang penemu Ertsberg, Gunung Bijih Tembaga. sumber foto : http://trindonesia.blogspot.co.id/

Itulah gambaran senyum para profesional dunia tambang modern dan pendaki gunung sekaligus geologis masa lampau, menikmati pekerjaan mereka dengan senyuman.

Lalu bagaimana dengan gambaran kesedihan masyarakat yang melarat dan lingkungan yang rusak parah akibat akvititas pertambangan. Tentunya penduduk tidak mungkin dapat tersenyum layaknya pekerja tambang atau ahli geologi tersebut.

Yang jelas akibat dari pengelolaan tambang yang buruk dan sejarah perusahaan tambang yang kurang menerapkan keterbukaan informasi dan jalinan komunikasi mulai dari eksplorasi hingga pelaksanaan penambang hingga penutupan lokasi tambang. Inilah yang membuat penduduk sekitar menolak aktivitas pertambangan dan konflik atau sengketa berujung kekerasan bahkan juga kerap kali penduduk  disajikan oleh perbenturan antara pemerintah bagian pertambangan dengan pemerintah bagian kehutanan.

Penduduk sekitar lokasi tambang yang cemberut ini pun akhirnya meminta dukungan dari pihak luar mulai dari lembaga swadaya masyarakat lokal hingga internasional, kaum mahasiswa, kelompok pencinta lingkungan hingga lembaga bantuan hukum dalam hal advokasi menolak pendirian atau perpanjangan aktivitas pertambangan bahkan menghentikan pertambangan secara permanen. Di negeri Indonesia tercinta kita ini, ada perusahaan tambang yang telah banyak mengukir sejarah kelam pengelolahan tambang yang buruk memperburuk kerusakan lingkungan dan mengancam kehidupan dan sumber penghidupan masyarakat sekitar tambang.

Pemberitaan di media massa yang kurang berimbang dan cenderung menghukum perusahaan tambang adalah konsekuensi dari kurang transparannya perusahaan atas akivitas tambang dan komunikasi yang kurang baik dari pihak perusahaan kepada penduduk setempat juga masyarakat luas. Kondisi yang demikian semakin menjadi dan menimbulkan konflik antara penduduk setempat, pemerintah dan perusahaan pertambangan meningkat ke arah yang negatif dan tidak kondusif seperti timbulnya kekerasan, intimidasi yang berujung pada penganiayaan dan sebagainya yang bersifat negatif, merugikan dan destruktif.

Perusahaan pertambangan sudah sepatutnya menerapkan pengelolahan aktivitas tambang yang ramah sosial, berkesinambungan dan berwawasan lingkungan atau lebih dikenal dengan Sustainable Accepteable Mining (SAM) yang juga memiliki kredibilitas penerimaan sosialnya baik atau dikenal memenuhi kriteria Social License to Operate (SLO). Ini menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk segera menerapkan dalam peraturan pelaksanaan atau perundangan yang mengakomodasi metode SAM dan SLO tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun