Mohon tunggu...
Edi Woda
Edi Woda Mohon Tunggu... Penulis - Blogger Rasa Jurnalis

Teaching From Blog; sediakan bacaan bermutu Twitter: @edi_woda, IG: edi woda, FB: edi woda, Linkedln: edi woda,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerbung: Riak di Ujung Telaga (2)

15 September 2020   19:44 Diperbarui: 15 September 2020   19:49 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tambak Boyo/traveltribunnews.com

Matahari semakin meninggi. Jalanan mengawan. Panas menerpa setiap langkah. Jejak sepanjang jalan mulai ramai. Bising mulai kerap terdengar. Sedikti macet di sekitar lampu merah. Sambil menanti hijau. Kesempatan untuk merangkulkan erat bagi setiap pengguna motor. Dari balik kaca mobil pasti ada yang kagum. Memang  yang pakai motor selalu lebih romantis. Di dalam mobil adalah kreativitas masing-masing.

"Setelah ini kita kemana?"

"Trus mau kemana"

"kemana saja boleh asal selalu bersamamu"

"owh gitu ya"

"kalau ke dalam Selokan Mataram ini bagaimana?"

"ya udah, kita berenang bersama"

"ha...ha...."

Cinta memang istimewa. Kamana pun perginya. Ada senyum yang selalu ada di setiap jumpa. Bisa juga sedih atau juga marah. Paling cuma sebentar. Bahagia adalah cara masing-masing untuk mengikhlaskan. Memberi sejauh dapat semampu bisa.

Macet lagi di perempatan. Jaga jarak rupanya hanya berlaku untuk tubuh di kerumunan. Cara untuk menghindari Corona. Kendaraan beradu dempet di simpat empat OB (outlet biru). Tempat belanja para penikmat fashion mode. Sepatu dan baju baru tersedia. Belakangan ini sepi. Di hantam badai pandemi. Tempat usaha ditutup sementara. Lalu kembali buka dengan protokol kesehatan yang ketat. Ada poster terpampang. Jaga Jarak, Pakai Masker, dan selalu mencuci tangan. Biar ekonomi tidak macet atau terjebak di jurang resesi. Belanja harus tetap berjalan. Aktivitas ekonomi merangkak naik perlahan. 

"eh.... mau langsung pulang atau makan di burjo"

"makan dulu lah"

"mau makan apa?"

"Terserah"

Kebingungan merasuk isi kepala. Menafsir jawaban singkat yang melumpuhkan daya pikir setiap filsuf sekalipun. Jawaban dengan kata 'terserah' itu ibarat menabur tinta di gelas air yang jernih. Kabur hingga tak dapat melihat. Mau pilih yang ini atau pilih yang itu. Menebak yang terbaik atau menerka yang buruk. Semoga pilihan tidak lagi salah.

(Bersambung.....)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun