Mohon tunggu...
Edid Teresa
Edid Teresa Mohon Tunggu... Guru - Gak Ket Hai Gaku

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

"Tiba Meka", Wajah Liyan dalam Kearifan Lokal Manggarai

11 Desember 2019   21:48 Diperbarui: 16 Desember 2019   14:52 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com/Barry Kusuma

Meka secara filosofis bertalian langusung denga cara orang Manggarai memandang 'yang lain' (Liyan). Mengikuti uraian Pius Pandor (2014: 23-26), Yang Lain sering didefnisikan dalam tiga (3) kategori berikut.

Pertama, Yang Lain dimengerti sebagai 'Yang Ekstrem Lain'. Artinya, 'kita' berada di kutub sini dan 'mereka' berada di kutub sana.

Kedua, Yang Lain dimengerti sebagai alter ego, aku yang lain. Dengan pandangan ini, kita cenderung menguasai dan menyerap segala sesuatu yang lain di luar kita. Kita ingin agar hal-hal yang asing tunduk pada usaha penguasaan kita dan menjadi identik atau sama dengan diri kita.

Ketiga, Yang Lain dimengerti yang bukan Aku. Menurut arti ini, untuk mengenal 'yang lain' adalah mulai dengan keberlainannya.

Ketiga definisi yang disodorkan di atas membantu saya untuk mengerti makna, arti, serta konsep meka dalam masyarakat Manggarai. Tiba Meka rupanya mengatakan bahwa meka (Yang Lain) tidak hanya berarti yang bukan Aku.

Lebih dari itu. Meka menjadi ungkapan kehadiran konkrit dari yang lain. Yang Lain kini hadir secara nyata di hadapan saya. Kehadirannya menantang dan menggugat Aku, sebab 'yang lain' hadir dalam perjumpaan denganku (Pius Pandor 2014: 25).

Pengertian di atas menunjuk secara langsung pada cara orang Manggarai memahami apa arti dan makna di balik sikap terbukanya bagi meka. Keterbukaan itu tidak hanya menunjuk pada perkara etis semata.

Kehadiran meka tidak hanya menjadi tanggungjawab bagiku untuk menerimanya. Lebih dari itu. Kesadaran tentang peziarahan hidup yang mengakui bahwa saya pun adalah meka bagi yang lain menjadi dasar mengapa orang Manggarai bersikap terbuka dan ramah kepada meka.

Yang menarik dari kebiasaan Tiba Meka ialah keakraban yang ditunjukkan oleh tuan rumah. Tuan rumah menjadi sekaligus keluarga baru dan pelindung bagi Meka (tamu).

Menjadi keluarga oleh karena tuan rumah menjadikan meka sebagai bagian dari anggora rumahnya. Buktinya ialah dengan memberikan lipa (kain sarung) dan tange (bantal). Bagi orang Manggarai, lipa dan tange menjadi simbol penerimaan sebagai keluarga bagi setiap meka yang datang ke rumah.

Selain menjadi keluarga, tuan rumah juga berperan sebagai pelindung bagi tamu. Bukti yang paling nyata dan kuat perihal kehadiran tuan rumah sebagai pelindung ialah dengan diterimanya meka di rumah. Rumah mengungkapkan segalanya tentang arti dan makna sebagi pelindung itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun