ANGGOTA DPR Ribka Tjiptaning dengan lantang menolak disuntik vaksin Covid-19. Ia berdalih bahwa suntik vaksin adalah hak asasi seseorang. Artinya, hal tersebut sebagai pilihan seorang warga negara.
Ribka tidak sendirian. Banyak warga masyarakat bahkan dari ulama berjuta umat seperti Ustad Abdul Somad juga menolak disuntik vaksin antivirus corona, khususnya produksi Sionovak, Tiongkok. UAS menunggu apakah vaksin tersebut digunakan di Mesir dan Arab kiblat sumber keilmuan Islamnya.
Bukan hanya UAS yang ragu, kalangan tenaga medis bahkan dokter ada yang merekomendasikan untuk tidak menggunakan CoronaVac buatan perusahaan Sinovac Biotech. Mereka menyoal soal cepatnya vaksin dibuat dan belum tuntasnya uji klinis.
Vaksinasi merupakan program dunia termasuk Indonesia dengan target 70 persen penduduk di muka bumi divaksin guna menciptakan kekebalan komunal alias herd immunity. Pandemi Covid-19 yang muncul pada akhir 2019 telah membahayakan eksistensi keberadaan manusia saat ini dan ke depan. Kematian yang bisa bersifat masif bila tak dicegah dan porak-poranda perekonomian menjadi salah satu indikatornya.
Pemerintah Indonesia telah berupaya memagari menjalarnya penyebaran virus yang tak kasat mata tetapi bisa berperan sebagai malaikat pencabut nyawa itu. Impor vaksin hingga 426 juta dosis dilakukan di tengah perebutan komoditas yang belum berhasil diproduksi di dalam negeri itu.
Majelis Ulama Indonesia sebagai sensor sesuai kaidah Islam sudah memberi lampu hijau melalui fatwa MUI No. 02 tahun 2021. Tinjauan dan kajian dilakukan hingga pada kesimpulan Sinovac suci dan halal.
Prasyarat lain yaitu Persetujuan Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization/EUA) dalam hal ini dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Dua hari sebelum jadwal dimulai vaksinasi nasional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo di Istana, rekomendasi BPOM tertanggal 11 Januari 2021 diteken.
Meski di tengah adanya keraguan warga, program vaksinasi sebenarnya bukan hanya hak tetapi juga kewajiban. Hak untuk menjadi sehat dan kewajiban dalam rangka menciptakan kekebalan komunal. Apalagi secara kaidah agama dan pengawasan sudah terpenuhi.
Selain itu, ketentuan hukum tentang kesehatan yang telah dibuat pemerintah tidak hanya mengatur hak tetapi juga kewajiban bagi setiap warga negara. Yaitu UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Rumusan mengenai hak warga negara diatur dalam Pasal 5 ayat (3) dalam UU UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, bunyinya: "Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya".
Sedangkan pada beleid yang sama diatur mengenai kewajiban setiap warga negara, yaitu: "Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya".