Mohon tunggu...
editan to
editan to Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mengelola Usaha Percetakan

memperluas cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Kristen Gray Dideportasi karena Digital Nomad, Bisa Menimpa Kompasioner Lho

20 Januari 2021   20:05 Diperbarui: 20 Januari 2021   20:16 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kristen Gray dan pasangannya di Bali. (Foto: @kristentootie)

KRISTEN Antoinette Gray tidak habis pikir  harus dideportasi. Apa yang salah padanya. Ia tidak menyalahi keimigrasian. Visa izin tinggal kunjungan (ITK) tidak kedaluwarsa. Masa berlaku ITK baru habis pada 24 Januari 2021 mendatang.

Media asing, Rabu (20/1/2021) banyak memberitakan kasus deportasi Gray. Warga Amerika Serikat keturunan Afrika itu disebutkan terpaksa harus hengkang dari Pulau Dewata karena salah dalam mencuit lewat akun Twitternya.

Kesalahan itu, kata media asing, karena menyebutkan Bali 'ramah LGBT'. Masih menurut media Amerika, mayoritas warga Muslim di Indonesia menolak LGBT. Bahkan berdasar survei hanya 9 persen yang bisa memaklumi dan menerima LGBT. Selebihnya melakukan diskriminasi bahkan kekerasan fisik.

Artikel media tersebut hanya berhenti soal LGBT sebagai pangkal soal menindak Gray yang sudah setahun ini menetap di Bali. Penuturan Gray bahwa di Bali super murah baik untuk sewa tempat tinggal, atau biaya hidup yang mewah tak disinggung media asing.

Termasuk mengenai profesi Gray yang merupakan desain grafis dan sudah membuat buku dalam format e-book berjudul Our Bali Life is Yours hanya disinggung selintas.

Bahkan tentang ia menawarkan diri sebagai konsultan bagi warga asing dengan tarif 50 dolar AS setara dengan Rp 700 ribu bagi bule yang ingin hijrah ke Bali termasuk liku-likunya tidak dikupas.

Gray sebenarnya mewakili sosok digital nomad alias pengembara digital di Bali. Pekerja secara remote dengan mengendalikan teknologi komunikasi dan informatika dari jarak jauh, hingga lintas negara.

Profesi ini, tentu belum ada aturan bakunya. Termasuk kewajiban pajak. Apalagi mereka nomaden, pindah dari satu tempat ke lokasi lainnya. Itu sebabnya, Gray getol mempromosikan untuk eksodus ke Bali.

Ia menemukan surga baik dalam kuliner, tempat tinggal dengan berjuta panorama, hingga toleransi terhadap orang asing, tidak terkecuali gaya hidup bebas termasuk dalam hal seks.

Bagi pengembara digital, Bali menjadi favorit karena menawarkan sarana komunikasi terbaik. Lihat, misalnya, di Ubud sudah menawarkan fasilitas komunikasi serat-optik sehingga akses internet super kencang.

Para pengembara digital itu kerap menggunakan visa kunjungan bukan visa bisnis. Karena itulah, ketika ada kasus seperti yang menimpa Gray maka dengan cepat penguasa menerapkan pasal 122 huruf a Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun