MUSYAWARAH Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan pengurus baru MUI periode 2020-2025. Ketua formatur Ma'ruf Amin mengatakan pengurus baru di bawah Ketua Umum Mitfachul Akhar tidak bisa diganggu gugat.
Hal yang Menarik dalam daftar pengurus tersebut adalah tidak ada lagi pengurus yang merupakan tokoh dari aksi massa 212 yang getol menyingkirkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari kursi gubernur di Ibukota.
Tidak ada Presidium KAMI Din Syamsuddin, pimpinan GNPF-MUI Bachtiar Nasir dan GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak. Termasuk oposan Jokowi, Tengku Zulkarnaen yang selama ini melabeli diri sebagai wakil sekjen.
Penghapusan nama-nama tersebut sudah diprediksi sejak Jokowi memberikan sambutan dalam pembukaan yang dihadiri antara lain Yusuf Kalla termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Jokowi mengatakan bahwa corak keislaman di Indonesia identik dengan pendekatan dakwah kultural yang persuasif dan damai, tidak menebar kebencian, jauh dari karakter ekstrem dan merasa benar sendiri.
Ia bahkan menggunakan istilah semangat dakwah keislaman adalah merangkul bukan memukul. Karena hakikat berdakwah adalah mengajak umat ke jalan kebaikan sesuai akhlak mulia Rasulullah SAW.
Pesan Jokowi tersebut tampaknya diterjemahkan sebagai keinginan agar MUI sebagai forum dakwah kultural dan bukan menjadi penebar kebencian yang berkarakter ekstrim.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang masih menjabat ketua umum non aktif pun menempatkan diri sebagai ketua formatur pemilihan pengurus lima tahun mendatang. Hasilnya, kepengurusan MUI tampak lebih cenderung satu frekuensi dengan pemerintah.
Ma'ruf Amin yang menunjuk Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftahul Akhyar dengan penekanan bahwa pengurus yang dibentuk dalam menjalankan kebijakan organisasi berposisi sebagai mitra pemerintah.
Terbentuknya pengurus baru tanpa unsur tokoh 212 ini menuai komentar dukungan dari pegiat media sosial yang selama ini berposisi sebagai pembela Jokowi. Mereka menyebutkan bahwa kepengurusan baru bisa membuat suasana adem dan hilangnya komentar meresahkan mengatasnamakan MUI.
Struktur baru ini menunjukkan bahwa MUI sudah kembali pada khitahnya. MUI merupakan lembaga independen yang mewadahi para ulama, zuama, dan cendekiawan Islam bukan sebagai partai politik sehingga tidak layak beroposisi.