Mohon tunggu...
Edi Sembiring
Edi Sembiring Mohon Tunggu... -

tulisan kini diarsipkan di sebuah huma kecil,\r\nrumah tuannya, \r\nnamun merdeka di tanahnya ----\r\n\r\n\r\njejak-jejak meracau....\r\nwww.edisantana.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Mantra Dodolitdodolitdodolibret-nya Seno Gumira Ajidarma Bukan Plagiat

30 Juni 2011   03:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:03 2264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Orang meributkan Dodolitdodolitdodolibret -nya Seno Gumira Ajidarma adalah hasil memplagiat cerpen Leo Tolstoy yang berjudul Tiga Pertapa. Sebaiknya jangan secepat itu menuduhnya, karena justru baik Tolstoy maupun SGA menuliskan cerpennya terinspirasi pada kisah Yesus yang mengajarkan doa Bapa Kami dan melarang untuk bertele-tele dalam berdoa (Injil Matius 6: 7 - 8. : Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.)

Selanjutnya Tolstoy dan SGA serta lainnya, juga terinspirasi dari kisah Yesus berjalan di atas air, dan bagaimana Petrus yang mencoba mendekatiNya hampir tenggelam (Matius 14 :30-31 : Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?")

SGA dan Tolstoy menceritakan ulang kisah ini dalam konteks kekinian, dan hal ini adalah hal baik dalam pencerahan pada jamannya. Namun ada perbedaan bangunan cerita, lihat saja :

1.      Tolstoy berkisah diawal tentang Uskup dan para peziarah yang berlayar. Uskup menuju Biara sementara para peziarah menuju tempat suci.  Bedakan dengan SGA yang  memulainya dari daratan saja dan berfokus pada Guru Kiplik.

2.      Tolstoy sejak awal tak ada menyebut-nyebut tentang bagaimana doa yang benar dan tak ada menyampaikan misi sang Uskup untuk menyebarkan doa yang benar itu. Tolstoy hingga beberapa halaman hanya bercerita tentang kejadian selama mereka di kapal, hanya di halaman kedelapan baru ada ungkapan tentang doa yang benar. Sementara SGA dari awal memperjelas tentang apa itu doa yang benar. Karena doa yang kata-katanya salah tak akan sampai.

3.      Uskup dalam kisah cerpen Tolstoy sudah meyakini bahwa Yesus bisa berjalan di atas air (karena imannya yang berbicara). Bedahal dengan Guru Kiplik dalam cerpen SGA, yang menganggap kisah orang yang mampu berjalan di atas air karena doa yang benar itu hanyalah dongeng semata.

4.      Doa yang baik dan benar yang diajarkan sang Uskup dalam kisah Tolstoy adalah Doa Bapa Kami yaitu Doa yang diajarkan Yesus. Ini adalah doa sederhana. Doa ini berkesan karena Doa ini diajarkan langsung oleh Yesus, sama halnya dengan Uskup yang mengajarkan Doa Bapa Kami itu (kelak ketiga pertapa itu akan merasa kehilangan berat atas kepergiannya). Sementara SGA tak ada menyebut spesifik isi doa, hanya menyebut dalam berdoa selain pemilihan kata yang tepat, perlu juga dipertimbangkan gerakannya yang harus tepat, dan waktunya terukur, selain tentu saja perhatiannya terpusat. SGA disini hanya berkutat pada cara dan kehati-hatian memilih kata.

5.      Lalu sampailah kebagian ujung cerita. Dalam Tolstoy, sang Uskup dan para peziarah akhirnya melanjutkan perjalanan. Sang Uskup bersyukur karena dikirim Tuhan untuk bisa mengajari dan membantu orang-orang sebaik pertapa itu. Sementara dalam cerpen SGA, Guru Kiplik merasa bersyukur telah berhasil mengajarkan mereka doa yang benar. Uskup merasa itu semua rencana Tuhan, sementara Guru Kiplik bangga atas kerja kerasnya sendiri.

6.      Ada bayangan berkelebat datang, berlari di atas air. Tolstoy menyebutkan ketiga Pertapa itu mulutnya selalu ingin menghapal doa. Itu sebabnya mereka cepat lupa akan doa itu dan mereka meminta "wujud Yesus" untuk terus hadir sebagai pendamping jemaat. Namun sang Uskup meminta mereka pulang dan tak perlu lagi diajarkan berdoa, karena iman merekalah yang telah berdoa, walau lidah lupa berucap. Sang Uskup meminta agar ketiga pertapa mendoakan sang Uskup dan Peziarah. Sementara dalam cerpen SGA, Guru Kiplik ahirnya tersadar, bahwa kesembilan orang itu lebih benar dalam berdoa hingga mereka bisa berjalan di atas air. Dan apa yang dibilang dongeng adalah kenyataan, bahwa orang yang berdoa benar mampu berjalan di atas air.

Saya menyimpulkan, ada perbedaan sangat mendasar :

1.  Uskup dalam cerpen Tolstoy meyakini bahwa orang beriman bisa berjalan di atas air. Hingga diakhir cerita sang Uskup malah meminta agar pertapa mendoakan sang Uskup dan para peziarah yang masih berdosa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun