Mohon tunggu...
Muhammad Edi Irfandianto
Muhammad Edi Irfandianto Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate

Irfan (22) baru saja menyelesaikan pendidikannya dari Agribisnis, Universitas Padjadjaran. Tertarik dengan isu-isu sosial politik, pengembangan masyarakat, dan agribisnis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Regenerasi Petani sebagai Upaya Pertanian Berkelanjutan

19 Mei 2019   13:21 Diperbarui: 19 Mei 2019   13:26 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pertanian adalah salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan dikarenakan pertanian memproduksi bahan pangan. Pangan, merupakan sesuatu yang penting bagi kebutuhan manusia demi melangsungkan keberlanjutan hidupnya. Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar untuk diolah, salah satunya ialah dari sumber daya pertanian.

Dari tahun ke tahun, Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris. Pada tahun 2018, kontribusi sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, mencapai 13,53% dan menempatkan Indonesia di posisi kedua menurut Badan Pusat Statistik. Berdasarkan data tersebut, Indonesia bisa mendorong bidang pertanian dalam pertumbuhan ekonomi. Indonesia dapat mengoptimalkan sektor pertanian demi memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia dan ekspor ke negara lain. Sehingga, diperlukan pembangunan pertanian yang berkelanjutan agar kebutuhan pangan bisa terpenuhi. 

Aktor utama dalam melakukan pekerjaan di sektor pertanian ialah petani. Petani adalah orang yang melakukan kegiatan bercocok tanam demi mendapatkan hasil yang maksimal untuk dimanfaatkan atau diperjual belikan untuk mendapatkan keuntungan. Petani juga bisa didefinisikan sebagai orang yang mengelola kegiatan usahatani. Petani memiliki peranan yang penting dalam membudidayakan komoditas pertanian agar dapat tumbuh dengan baik.

Jumlah rumah tangga petani di Indonesia juga dari tahun ke tahun semakin menurun. Menurut data yang dilansir Badan Pusat Statistik, dalam kurun 2003- 2013 terjadi penurunan jumlah rumah tangga petani sekitar 5,10 juta (16 persen). Rumah tangga petani di Indonesia pada 2003 berjumlah 31,23 juta dan menurun menjadi 26,14 juta pada 2013. Berdasarkan data Sensus Pertanian tahun 2013, dalam lingkup yang lebih kecil, di provinsi Jawa Barat, yang notabene adalah lumbung padi nasional sendiri juga terjadi penurunan. Pada tahun 2013 tercatat sebanyak 3.058.612 rumah tangga, menurun sebesar 29,61 persen dari tahun 2003 yang tercatat sebanyak 4.345.148 rumah tangga.

Pada tahun 2018, keberadaan petani juga semakin menurun. Berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik, pekerja di sektor pertanian pada tahun 2018, mencapai 28,79 persen dari jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 124,01 juta jiwa. Sedangkan, pada tahun sebelumnya, jumlah pekerja sektor pertanian mencapai 29,68 persen dari jumlah penduduk bekerja 121,02 juta orang.

Penurunan jumlah petani bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya ialah adanya impor pangan yang dilakukan pemerintah. Harga impor pangan yang lebih murah dibandingkan harga produksi dalam negeri membuat konsumen lebih memilih bahan pangan impor. Pada tahun 1984, Indonesia bisa melakukan swasembada pangan. Akan tetapi, yang terjadi sekarang malah sebaliknya dengan kebijakan pemerintah yang melakukan impor pangan. Petani kehilangan motivasi dalam memproduksi bahan pangan dan menyebabkan petani bekerja pada sektor lain yang lebih menguntungkan

Selain impor pangan, jumlah petani menurun juga disebabkan oleh jenjang karier yang tidak pasti dan penghasilan yang tidak menentu sehingga membuat masyarakat sungkan untuk terjun ke bidang pertanian. Lalu, petani tua yang merasa hidupnya belum tercukupi juga berharap anaknya tidak menjadi petani supaya memperbaiki kehidupan ekonomi keluarganya. Disamping itu, jurusan pertanian yang tidak menjadi favorit sehingga masyarakat merasa susah untuk terjun ke sektor pertanian karena tidak memiliki kemampuan dalam bidang tersebut.

Jika fenomena menurunnya petani di Indonesia semakin berlanjut, maka bisa dipastikan bahwa Indonesia tidak akan memproduksi bahan pangan lagi dan mencukupi kebutuhan pangan melalui impor. Padahal, banyak potensi yang bisa digali dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, petani masih dibutuhkan supaya Indonesia tetap bisa berkontribusi dalam sektor pertanian.

Animo masyarakat untuk berkontribusi di sektor pertanian semakin berkurang seiring dengan perkembangan zaman. Tren ini dilanjutkan oleh generasi muda, yang minatnya terhadap pertanian semakin menurun. Kesan bahwa dunia pertanian itu identik dengan kotor, pendapatan yang tidak menentu jika terjadi gagal panen, dan filosofi bahwa petani itu miskin. Hal ini ditambah dengan adanya era globalisasi yang serba digital dan modern dengan teknologi dan pendapatan yang pasti membuat pemuda lebih menyukai untuk mencari nafkah pada sektor ini.

Peminat pekerja di sektor pertanian menurun bukan berarti tidak ada. Faktor penarik bagi  pemuda untuk berkontribusi di sektor pertanian masih ada. Salah satunya dapat dilihat dari Kesejahteraan petani di Indonesia juga semakin membaik. Hal ini dilihat dari berkurangnya jumlah penduduk miskin di pedesaan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia, pada September 2015, jumlah penduduk miskin di pedesaan mencapai 17,89 juta jiwa atau 14,09%. Lalu pada September 2016 banyaknya penduduk miskin di pedesaan mencapai 17,28 juta jiwa atau 13,96%. Dan, pada September 2017 turun lagi menjadi 16,31 juta jiwa atau 13,47%.

Kesejahteraan petani juga bisa diukur dari daya beli petani yang membaik. Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan jika secara nasional pada Mei 2018 indek Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat 0,37 persen jika dibanding April yang hanya 101,61. Kemudian, indek Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) meningkat 0,32% dari 111,03 pada April 2018 menjadi 111,38 pada Mei 2018. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya juga terjadi hal yang sama. Pada Mei 2017, indek NTP hanya 100,15, sedangkan pada Mei 2018 lebih besar, yaitu 101,99

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun