Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (16 Prahara dan Memanggil Semangat)

31 Januari 2022   06:43 Diperbarui: 31 Januari 2022   13:14 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dengan pictsart

Kami bergegas dari taman yang terasa sangat damai disore itu, mengarah ke tempat yang ditunjuk-tunjuk Fithar sebelumnya. Waktu terasa melamban. Kemudian Kemala terisak-isak menangis tanpa kendali setelah mendekati sebuah lorong yang ujungnya ada sebuah kamar. Disanalah kami menuju. Raja dan Fithar seperti berlari-lari kecil dengan nafas beratnya menahan beban keterkejutan.

"Duarrr!" pintu ruangan langsung dibuka Raja dengan paksa karena sangat terburu-buru. Ada Permaisuri Nirmala didalamnya persis duduk disamping Dewi. Wajah permaisuri yang biasanya cantik jelita tampak pucat pasi memutih dan ia menangis memegang sepotong kertas putih. Ada tulisan tangan didalamnya. Aku penasaran. Kuraih kertas tanpa meminta izin dari tangan Nirmala.

"Dewi, apa yang telah kau lakukan!" sepertinya Raja telah tahu kejadian sebenarnya "Apa yang sebenarnya kau inginkan Dewi?"

" Ya Allah!" orang pertama yang kusayangi dalam hidupku harus mengakhiri semuanya. Aku terduduk seketika dan badanku terasa lemas tak berdaya.

Semuanya tampak larut dalam kesedihan tanpa kecuali. Semuanya juga seperti tidak menerima kondisi Dewi yang barusan saja terjadi. Aku mulai berusaha membaca tulisan diatas kertas putih tanpa garis yang sebagian telah basah oleh tetesan air mata. Raja masih terus berupaya membangunkan Dewi anak kesayangannya. Dewi dipangkunya seperti memangku anak kecil yang sedang tertidur. Air matanya terus menetes dari kelopak matanya tanpa henti. Tidak ada kata-kata yang terdengar darinya. Tampak psikologisnya sangat terpuruk. Raja mulai bersenandung pelan. Suaranya terdengar merdu. Lagu yang dinyanyikan adalah lagu yang kudengar disaat jamuan makan malam yang sangat megah waktu itu. Namun terdengar lirih. Mungkin itu lagu kesukaan Amarilis Dewi. Fatwa Pujangga dan Fly To The Moon terdengar sangat pelan tetapi syahdu. Ia seperti menina bobo kan Dewi, anaknya bersama Tanjung Buih yang kulihat sangat dimanja dan disayanginya telah pergi untuk selamanya dipangkuannya.Ruangan hening yang ada hanya tangis sesunggukan dan senandung Raja tiada henti, seolah yang dihadapinya adalah Amarlilis Dewi yang masih bernyawa.

Ayahku yang tercinta

Maafkan Dewi sebelumnya

Tidak ada yang perlu disalahkan dalam hal ini, kecuali anakmu ini yang tidak bisa lagi bersama ayah untuk selamanya.

Ayah. Meskipun semua kejadian sebelumnya yang kualami tanpa kusadari dan kufahami. Tetapi aku, anakmu ini sangat berterimakasih karena telah memberiku kesempatan bertemu emak Tanjung Buih yang sangat aku kagumi dan rindukan siang dan malam. Meskipun hanya sekejap, tetapi sangat cukup buatku menuntaskan rindu yang tak tertahankan selama ini. 

Tetapi....

Kejadian yang sangat kusesalkan adalah mengapa aku harus jatuh cinta kepada seseorang, yang itu sangat dilarang. Keluguanku dan ketidaktahuanku yang membuat semua itu terjadi tanpa dapat kukendalikan. Ternyata aku tetap mencintai Dewa sampai detik ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun