Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Aki 20 Tahun yang Lalu...

25 Januari 2022   05:30 Diperbarui: 25 Januari 2022   05:45 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dari Canva app

Liburan tahun baru 1 Januari 2018

Kilat sesekali menyambar.Hingga membuat setiap wajah manusia di ruang tengah rumah Aki[1] tampak terang benderang seperti sorotan tajam dari kilau blitz kamera. Sedang gemuruh halilintar dari arah langit barat masih terdengar bersahutan. Dalam hitunganku, listrik PLN awal malam ini telah lima kali padam secara tiba-tiba. Mungkin ada beberapa pohon yang tumbang menimpa jaringan kawat listrik karena diterjang angin kencang disertai badai petir yang terasa mendebarkan..

 Jarum pada jam dinding menunjukkan tepat pukul 20.00 malam. Sebuah momen dimana Aki baru saja ingin berkisah. Karena sejak setelah solat Isya tadi, aku berusaha memastikan kembali kebugaran kondisi fisik seorang mantan perawat kesehatan itu. Meskipun umurnya sudah sepuh, tetapi wajahnya selalu tampak bersih dan tenang. Senyuman selalu tampak menghiasi wajahnya. Cerminan orang yang hidupnya selalu bersyukur fikirku.  Dulunya Aki adalah seorang petugas medis yang ditugaskan khusus oleh pemerintah di kampung sebagai seorang mantri kesehatan.

 Sederhananya ia bertugas memastikan masyarakat kampung tidak ada yang sakit. Dikampung tempat Aki mengabdi itulah aku dilahirkan sebelum kedua orang tuaku pindah ke ibukota propinsi. Ibuku berasal dari pulau Jawa, kemudian memaksa ayah yang seorang guru SMP untuk segera pindah setelah ada kejadian tragis dan memilukan dikampung kami.Disebabkan ayahku tidak ingin melihat ibuku yang terlihat selalu gelisah dan ketakutan tanpa sebab secara berterusan. Kemudian dengan berat hati kemudian ia menuruti permintaan ibuku, meskipun pilihan berat tersebut menyebabkan ayah harus meninggalkan Aki dan Uwan[2] di kampung.

 Kembali kecerita awal malam ini. Sebenarnya Aki hanya akan berkisah tentang dua keluarga kecil yang tinggal di sebelah kiri kanan rumahnya. Dapatlah dikatakan tetangga dekat. Malam ini, persis didepan Aki, duduk dua orang yang bersila namun terlihat tidak tenang diatas tikar pandan tua bermotif yang terasa hangat saat tersentuh kulit. Tampak jelas juga warna alas duduk kami itu disepuh dengan pewarna merah, ungu dan hijau menyala. 

Mereka adalah teman sekampusku. Entah mengapa mereka sangat ingin berkunjung ditempat kelahiranku. Dan saat libur tahun baru ini, keinginan mereka baru bisa terwujud. Seorang mahasiswi tersebut bernama Jaliah dan satunya lagi pemuda hitam manis bernama Bunadi. Mereka seperti tidak sabar lagi mendengarkan tuturan lisan kisah Aki yang sudah tampak payah secara fisik tetapi ingatannya masih sangat kuat itu.

  "Siapa Pak Marlayem dan Mat Hasan, Ki?" tiba-tiba Jaliah seperti tidak sabar lagi ingin mendengarkan kisah tetangga dekat Aki 20 tahun yang lalu itu. Dua nama yang disebutkan Jaliah tersebut telah menjadi alasan terbesarnya berkunjung ke tempat kelahiranku saat ini.

 "Dulu, sesaat akan peristiwa pilu itu terjadi!" lelaki sepuh itu mulai bercerita dengan mata menerawang jauh dengan mimik wajah sendu. Narasinya persis sama dengan apa yang diceritakan kepadaku beberapa tahun yang lalu disaat aku lulus sekolah menengah atas. Mungkin Aki mengira yang usiaku telah cukup untuk menerima informasi yang tidak semua orang ingin mendengar sekaligus mengingatnya. Sebuah cerita tragedi terkelam yang pernah tercatat di kampung kami.

 40 hari sebelum kejadian

 Cerita Aki kadang sempat terputus-putus sehingga aku narasikan kembali seperti berikut... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun