Mohon tunggu...
Edhi Setiawan
Edhi Setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Tadinya hanya suka membaca, lama-lama jadi ingin menulis. Semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Obrolan Warung Kopi

25 November 2012   11:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:42 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk anda yang berusia lebih dari 40 tahun, kemungkinan pernah mendengar potongan lagu ini  : “... ngobrol di warung kopi ... nyentil sana dan sini ... sekedar suara rakyat kecil .. bukannya mau usil ...” Tidak asing bukan?  Kita sering mendengar lagu tersebut dinyanyikan oleh Warkop yang  di era 70-80an sangat terkenal. Nama Dono, Kasino dan Indro yang dikenal sebagai Warkop DKI dikenal oleh semua kalangan pada masa jayanya. Lagu itu menyiratkan sesuatu yang spesial dari warung kopi. Di dalam warung kopi, rupanya bukan sekedar bertemunya antar penggemar kopi  dan penjual kopi, namun secara tidak langsung warung kopi adalah sebuah komunitas, dimana orang berkumpul dan berinteraksi secara intensif diantara mereka. Di situ tiap orang bebas ngobrol apa saja, dari topik ringan seputar kampung, hingga diskusi panas seputar politik dengan ditemani secangkir kopi panas, pisang goreng, beberapa batang rokok dan barangkali makanan berat untuk yang lapar.

Warung kopi bukan sekedar warung namun merupakan media relasi antar manusia. Warung kopi bukanlah sekedar warung, namun telah menjadi komunitas sosial yang mencerminkan nilai kegotogroyongan bangsa Indonesia. Mengapa Indonesia ? Karena walaupun beda cara penyajiannya, namun esensi budaya yang komunal penuh kebersamaan menjadi ciri utamanya. Di beberapa wilayah Sumatra mungkin anda dengar sajian khas kopi dengan roti selai sarikaya, atau sajian menu sarapan. Di situ orang duduk berkelompok dan ngobrol, berdiskusi atau sekedar bermain catur. Mungkin di beberapa kota di Kalimantan di malam hari ditemukan warung-warung kopi yang menyajikan kopi dan sajian khas pisang goreng kipasnya. Pada malam hari warung kopi seperti ini tampak penuh, terlihat dari berderetnya motor yang parkir, dan riuhnya suasana nonton bareng siaran TV dengan layar lebar. Di Jawa pun warung kopi banyak dijumpai, dari kelas warung permanen hingga warung kopi jahe di emperan toko di malam hari. Orang datang ke sana bukan sekedar demi secangkir kopi, namun menikmati suatu kehidupan, interaksi, kebersamaan, persaudaraan dan bahkan mungkin bisnis.

Hari ini kita pun menyaksikan munculnya warung kopi modern di mall-mall. Baik itu mulai bermunculannya kopitiam, gerai warung kopi franchise internasional seperti Starbucks, maupun citarasa modern dari Excellso. Atau barangkali kini anda dapat menikmati secangkir Old Town white coffee yang menemani waktu kosong anda menunggu penerbangan yang tak kunjung boarding di bandara Soekarno Hatta. Hadir di mall, atau sentra bisnis, warung kopi modern inipun hidup karena munculnya kebutuhan suatu tempat yang nyaman untuk bertemu, berinteraksi, atau hangout. Bahkan kita melihat tren baru orang bertemu rekanan bisnis, meeting, mendapatkan inspirasi untuk bahan presentasi, atau sekedar melepas penat menunggu kemacetan terurai di warung kopi modern ini.

Yah, itulah kisah warung kopi. Kalau kebutuhan anda hanyalah secangkir kopi, itu masalah mudah. Anda tinggal mengantongi 1 sachet kopi instan dan bermodal mug atau cangkir kosong berburu air panas. Namun kopi bukan sekedar kopi kalau sudah dimaknai sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan interaksi sosial. Tak heran, harga secangkir kopi bervariasi dari tiga ribuan hingga harga puluhan ribu, bahkan ratusan ribu, tetap saja tidak pernah sepi peminat.

Obrolan warung kopi, adalah teman dari mereka yang sekedar nyentil sana dan sini hingga mereka yang mencapai deal bisnis ratusan juta. Rupanya warung kopi pun dapat menjadi saksi wajah ke-Indonesiaan kita dari dulu hingga kini.

Salam dari warung kopi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun