Mohon tunggu...
Eddy SATRIYA
Eddy SATRIYA Mohon Tunggu... -

Kolumnis di berbagai media cetak dan elektronik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Langgar dan Mushalla Jangan Dibiarkan Merana

16 Juli 2015   06:22 Diperbarui: 16 Juli 2015   06:30 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah selesai adzan, muadzin ini pun menyalakan beberapa kipas angin berdebu di ruangan mushalla yang tidak terlalu besar itu. Meski terasa masih dingin di kepala, kipas angin ini cukup mengurangi kesumpekan karena pengap udara dengan pintu2 terkunci sebelumnya.

Makmum kedua yang datang inipun kemudian mencoba memperbaiki mic dengan mengganti kabel dan mic cadangan. Tidak membantu, suara mic malah semakin hilang dan sama sekali tidak terdengan dari speaker yang ada diluar. Dia terus mengetok2 mic dan melihat ada sinyal di amplifier. Ia menyimpulkan terjadi kerusakan atau gangguan kabel di atap.

20 menit berlalu. beberapa lelaki lainpun datang dari rumah2 di sekitarnya. Belum ada tanda2-qamat. Salah seorang laki2 ini kemudian keluar dan berjalan menuju beberapa rumah dan seperti setengah berteriak memanggil nama seseorang yang belakangan saya tahu dia membangunkan imam. 

"Zen, zen, guring lagi kah pian?" begitu samar saya dengar suaranya membangunkan orang lain. 

Rupanya sang Imam tertidur, mungkin sehabis itikaf semalam. tadinya saya berniat mengajak yang lain untuk ikut shalat saja. Siapa saja bisa mengimami, jika terpaksa saya juga gak ada masalah. Begitu pikir saya. CUma status orang baru dan tamu di mushalla itu memaksa saya sabar untuk pasif, menunggu saja.

Hampir setengah jam, akhirnya sang Imam masuk Mushalla itu. Meski mukanya masih basah, ia menyatakan sudah shalat sunat dan segera siap untuk mengimami. Setelah qamat, kamipun akhirnya melaksanakan shalat subuh berjamaah di langgar di gang SDN itu. Alhamdulillah ketika salam, saya melihat ketiga anak tadi dan beberapa temannya ikut juga berjamaah.

Penutup shalat tidak ada doa bersama atau dzikir, setelah berdoa sendiri saya pun berjalan kembali pulang dengan berbagai pikiran. Sebenarnya mushalla masih sangat dibutuhkan sebagai tempat silaturahmi sesama warga. Memang, langgar dan mushalla masih kita perlukan, jangan lah ia di telantarkan. Meski kecil, kita wajib merawat dan meramaikannya dalam keseharian.

Subhanallah, subuh terakhir di Ramadhan 1436 ini kulalui dengan cukup gugahan dalam hati. Bisakah Islam tetap bertahan dan bersemayam dalam keseharian anak2 kita di seluruh pelosok negeri ini? Ketika mereka sudah tidak berani lagi tampil Adzan, dan ketika sang Imam juga tertidur tanpa ada cadangan orang lain yang bisa tampil memimpin. Meski di salah satu gang buntu di Banjarmasin ini saya temukan sedikit kekurangan, saya yakin dan terus berdoa di pelosok lain di sudut-sudut gang lain di Banjarmasin dan seluruh wilayah lain di Indonesia, Langgar dan Mushalla serta Mesjid terus diramaikan oleh muslim sekitarnya. Aamiin.

 

[caption caption="fajar banjarmasin"]

[/caption]

_________

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun