Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cougar, Pemburu Brondong

1 Agustus 2013   15:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:44 3585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1375344337206303899

Dalam pikiran kita, cougar adalah sejenis binatang yang punya nama lain : singa gunung, puma atau panther.

Tapi kali ini saya tidak ingin membahas binatang itu. Saya ingin berbincang tentang perempuan yang mendapatkan julukan cougar.

[caption id="attachment_257676" align="aligncenter" width="360" caption="Ilustrasi foto : www.dirtyandthirty.com"][/caption]

Wikipedia menyebutkan cougar sebagai istilah slang untuk perempuan yang mencari hubungan seksual dengan pemuda-pemuda yang jauh lebih muda usia. Menurut Wikipedia, para cougar adalah perempuan-perempuan berusia antara 30—40 tahun yang memburu pemuda kurang lebih delapan tahun lebih muda, yakni pemuda antara 22-32 tahun untuk kesenangan seks.

Dalam buku berjudul Microtrendskarangan Mark J. Penn dan E. Kinney Zalesne, Penguins Book, 2007, di Amerika terjadi peningkatan signifikan jumlah cougar. Istilah cougar itu sendiri, menurut Valerie Gibson, kolumnis seks pada koran Toronto Sun dan penulis Cougar : A Guide for Older Women Dating Younger Man (Cougar : panduan untuk perempuan yang kencan dengan brondong), mulai dikenal di Vancouver, Canada. Saat itu, istilah cougar dipakai untuk melabeli perempuan lajang paruh baya yang nongkrongdi bar lalu membawa pulang pemuda yang tersisa di bar. Seiring dengan bergulirnya waktu, kata cougar hanya dipakai untuk perempuan pemburu lelaki muda usia.

Pittsburgh Post-Gazette yang dikutip dalam buku Microtrends, menyebutkan, pada tahun 1997, hanya tercatat 400.000 pasangan suami istri dengan perempuan lebih tua, dan pada tahun 2003 tercatat 2.350.000 pasangan menikah yang suaminya di atas enam tahun lebih muda. Situs comblang match.com juga mengulas peningkatan dua kali lipat perempuan paruh baya yang mencari pasangan pemuda belia dalam kurun waktu 2002-2005. Belakangan ini, di internet bertebaran pula situs-situ yang berkata kunci cougar dating.

Dunia film Hollywood juga piawai menangkap fenomena cougar sebagai tema film. Puluhan film bertema cougar menarik minat pemirsa. Pada tahun 1967, misalnya, tercatat film The Graduate. Dalam film ini, Benjamin Braddock (diperani Dustin Hoffman), digoda oleh Mrs Robinson (diperani oleh Anne Bancroft), yang tak lain adalah istri bos Benjamin. Pada tahun 2009, beredar juga film yang judulnya jelas-jelas berbau cougar, yakni Flirting with Forty (kencan dengan perempuan usia 40), yang dibintangi oleh Heather Locklear dan Robert Buckley. Di Indonesia, film Arisan Brondong pun mengangkat tema serupa.

Dalam kehidupan nyata, sejumlah pesohor Hollywood juga adalah cougar. Madonna (saat itu 50 tahun) yang menikahi Guy Ritchie (39 tahun), atau Geena Davis (51 tahun) yang menikahi Reza Jarrahy (35 tahun).

Penulis buku in menemukan fakta bahwa fenomena cougar merupakan titik balik dari fenomena klise yang menyatakan bahwa lelaki tua berduitlah yang biasanya mempersunting perempuan muda cantik (trophy wive). Pada dekade-dekade terakhir, kaum perempuan menapak karir makin tinggi, memperoleh kemandirian lebih luas, dan mulai bisa pilih-pilih pasangan hidup yang memuaskan dirinya. Pilihan itu bisa juga dipicu oleh kegagalan perkawinan dengan pria sebaya, tak terairahnya kesenangan berhubungan dengan pria sebaya, dan minat untuk having fun dengan pria-pria lebih muda. Buku ini juga menyebutkan bahwa dalam konteks kencan, para cougar memandang seks dengan pria muda usia sebagai sarana rekreasi, bukan prokreasi! Itu karena para cougar menemukan puncak kepuasan seksual dengan para brondong. Yang menarik adalah kesimpulan buku ini mengenai para cougar : perempuan kaya sukses memang sengaja ‘menukarkan’ kekayaan dan kesuksesannya dengan kenikmatan seksual di tengah memudarnya daya tarik seksual mereka.

Lalu, dari kacamata sosial, apakah para cougar merasa terisihkan oleh pandangan miring orang? Demikianlah seperti yang dikutip buku ini. Itulah sebabnya para cougar membentuk komunitas yang untuk mencari solusi efek-efek sosial seperti itu. Pembahasan komunitas cougar bergulir di seputaran tingkat penerimaan orangtua atau anak (bila sudah beranak), tips menghindari pemuda yang cari peluang memeras, tips untuk menghadapi mantan suami, dan tips tentang kegiatan waktu luang yang cocok untuk dihabiskan bersama pasangan muda belia, tips untuk mendapatkan hubungan yang lebih sehat dan terarah, dan tips untuk membincangkan soal keinginan punya anak bersama pasangan muda itu, terutama bila si pemuda enggan punya anak.

Bagaimana kesan si pemuda belia ketika berpasangan dengan cougar? Microtrends menyitir bahwa umumnya para pemuda menyukai pengalaman dan petualangan seks dengan perempuan lebih tua selain dari confidence yang dipancarkan perempuan lebih tua, dan  fakta bahwa para cougar ini ternyata tak selalu mengejar komitmen cinta dan hanya menganggap pemuda belia sebagai toyboy.

Agar pembahasan lebih bernas, bolehlah kiranya saya cuplikan contoh dari pasangan demikian di lingkungan teman-teman saya. Kebetulan saya punya seorang rekan perempuan yang dalam hal ini bisa kita labeli cougar. Usianya 38 tahun, cantik, seksi, berkulit putih, karir cemerlang, punya dua anak dan baru cerai. Ia kemudian kepincut pada personal trainer di gym, yang usianya 15 tahun lebih muda, meski sejumlah lelaki sebaya mendekatinya “Saya suka dia karena baik hati, pengertian dan suka mendengar curhat dan keluh kesah saya,” kata si wanita. “Ia bahkan punya tattoo di lengan bertuliskan nama saya”

Singkat cerita mereka menikah. Itu kisah 6 tahun lalu. Sampai kini mereka masih utuh, nambah dua anak. Masing-masing saling setia.

Saya bertanya pada sang lelaki untuk mencari tahu resep bahagia meraka. “Apa enak dan tidak enaknya menikahi perempuan lebih tua?”

Dia menjawab, “istri saya mapan dari segi penghasilan, kaya pengalaman, seks hebat, guru kehidupan yang baik. Hanya saja, kadang saya masih suka dilirik perempuan sebaya saya. Dan kadang juga mantan pacar saya masih suka telepon-telepon. Kebetulan mantan pacar saya itu namanya sama dengan perempuan yang jadi istri saya sekarang. Nama di tattoo di tangan saya itu sebetulnya adalah nama pacar lama saya,” ujar laki-laki ini.

“Oh ya? Apakah istrimu tahu nama di tattoo itu sebetulnya bukan nama dia?”

“Nggak! Dan saya suka ia mengira begitu! Kehidupan kami sudah perfect sekarang. Kami sudah menemukan chemistry masing-masing”

Top Dah!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun