Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Baca Ulang Dua Legenda: Jonggrang dan Perahu

7 Agustus 2014   18:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:10 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Legenda adalah kisah yang tak jelas pengarangnya, proses kreatif penciptaannya, dan diceritakan secara turun temurun. Legenda biasanya menjadi atribut literal untuk sebuah fenomena alam yang menarik, di suatu tempat tertentu, yang terlalu sulit untuk dijelaskan dengan nalar.

Meski temaram, abu-abu dan terdengar tidak logis, legenda hidup subur di kalangan masyarakat terkait. Itulah sebabnya, legenda terus hidup, dihidupkan bersanding dengan karya-karya sastra yang lain. Bahan-bahan bacaan dalam pelajaran bahasa Indonesia siswa SD ditebari berbagai naskah naratif berwujud legenda. Ini adalah upaya agar legenda, bagian dari kesadaran literal tradisional, tetap melekat di hati komunitas legenda itu, dan di hati masyarakat nasional.

Karakter Loro Jonggrang dalam legenda Candi Sewu (yang dikenal di Jawa Tengah) dan legenda landmark Tangkuban Perahu (yang melekat di hati masyarakat Jawa Barat) beberapa hari ini marak jadi bahan bully di media sosial terkait situasi politik. Adalah Taufik Ridho, Sekjen PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang melontarkan kalimat  : “Ini kan tidak bisa dilakukan seperti Roro Jongrang membuat Tangkuban Perahu”. Kalimat ini dilontarkan untuk mengumpamakan bahwa pekerjaan mengumpulkan data kecurangan Pilpres tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu singkat. Lihat rangkaian beritanya di Kompasiana sini.

Konten perumpamaan Taufik itu memang salah; selain salah dari segi rincian kisah, ia juga salah ketika menyebutkan Roro Jonggrang membuat sebuah perahu. Roro Jonggrang (biasa pula disebut Loro Jonggrang) tidak pernah dilegendakan sebagai membuat atau mengorder pembuatan perahu; ia minta dibuatkan seribu candi oleh Bandung Bondowoso, dalam cerita yang ber-setting Jawa Tengah. Sementara itu, Tangkuban Perahu merupakan objek dalam legenda gunung Tangkuban Perahu, yakni perahu yang menjadi bagian syarat pernikahan yang diminta oleh Dayang Sumbi agar dibuat oleh Sangkuriang dalam legenda yang ber-setting Pasundan. Baik 1.000 candi dan perahu dengan danaunya dalam dua legenda berbeda itu, memang disyaratkan untuk disiapkan dalam waktu semalam.

Perumpamaan sang Sekjen ini jelas mengundang reaksi anggota masyarakat yang sudah tahu persis isi legenda dan karakter-karakter dalam legenda tersebut; reaksi yang tentu saja hadir dalam bentuk bullying, yang mengarah kepada olok-olok betapa buta legendanya sang pelontar perumpamaan.

Taufik Ridho, melalui klarifikasi dengan kompas.com, sudah berusaha meluruskan lontarannya (silakan baca di sini). "Saat itu, saya sedang jelaskan bahwa pengumpulan bukti kecurangan itu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Tidak bisa dalam waktu satu malam saja. Yang saya katakan saat itu, hanya legenda Tangkuban Parahu dan legenda Roro Jonggrang yang bisa mengerjakan itu dalam satu malam," ujar Taufik Ridho saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/8/2014).

Nah, apakah pembaca Kompasiana sekalian berhasrat untuk memahami atau mendapatkan rekonstruksi yang benar tentang dua legenda hebat itu? Berikut saya tulis ulang dua legenda tersebut dengan gaya saya. Legenda saya dapatkan dari berbagai sumber.

CANDI SEWU DAN RORO JONGGRANG

Dahulu kala, di bumi Jawa bagian tengah terdapat dua kerajaan bertetangga: Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Pengging kerajaan subur dan makmur, dipimpin raja Prabu Damar Maya. Prabu Damar Maya memiliki putra bernama Raden Bandung Bondowoso yang keren, gagah perkasa dan sakti mandraguna. Kerajaan Baka dipimpin oleh raksasa pemakan manusia bernama Prabu Baka. Prabu Baka diasisteni Patih Gupala yang juga adalah raksasa. Meskipun berasal dari bangsa raksasa, Prabu Baka—tak masalah bagaimana bisa--memiliki putri cantik bernama Rara Jonggrang, yang berarti ‘gadis ramping’.

Prabu Baka terkenal sebagai raja yang invasif dan ingin menguasai Pengging. Sang raja melatih balatentara dan menarik pajak dari rakyat untuk membiayai perang. Begitu balatentara siap, Prabu Baka beserta tentaranya menyerbu Pengging. Pertempuran meletus di kerajaan Pengging. Banyak jatuh korban di Pengging. Untuk membalas kekalahan, Prabu Damar Maya mengutus Pangeran Bandung Bondowoso untuk menyerang balik pasukan Prabu Baka. Pertempuran seru! Dan berkat kesaktiannya, Bandung Bondowoso berhasil menumbangkan Prabu Baka. Patih Gupala mundur ke kerajaan Baka.

Pangeran Bandung Bondowoso mengejar Patih Gupala hingga ke kerajaan Baka. Tiba di keraton Baka, Gupala melaporkan tewasnya Prabu Baka kepada Roro Jongrang. Sang putri berduka. Di tengah duka itu, Baka jatuh ke tangan balatentara Pengging, Pangeran Bandung Bondowoso menyerbu masuk ke dalam istana Baka. Ketika pertama kali melihat Putri Rara Jonggrang, seketika itu Bandung Bondowoso terpikat oleh kecantikan sang putri; love at first sight!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun