Mohon tunggu...
eddy lana
eddy lana Mohon Tunggu... Freelancer - Eddylana

Belajar menjadi tukang pada bidang yg dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Surat buat Emak di Sana

13 Oktober 2021   12:46 Diperbarui: 13 Oktober 2021   13:29 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MakEmak sayang.., umurku sekarang sudah lanjut. Lutut pun terasa tak mau lagi bernegosiasi dengan apa yang kuinginkan. Untunglah walau sedikit terseok, tetapi anakmu ini masih diberi kesempatan untuk berjalan kian-kemari. 

Sehingga jika tubuhku mengizinkan, aku bisa menyempatkan diri menyambangi makam Emak. Memangnya cukup jauh juga jarak yang harus ku tempuh untuk tiba ke makam mu. 

Dari rumah, aku harus berjalan ke jalan Raya dimana aku biasa menyetop angkot untuk ke stasiun kereta. Seusai naik kereta dan tiba di stasiun terakhir, aku harus menumpang dua kali angkot kembali untuk sampai ke makam. 

Tetapi hal itu tidak menyurutkan keinginan ku untuk ke makam emak dan bapak. Walau nantinya aku harus menempuh jalan menanjak ketempat pemakaman, memang cukup menghabiskan energi anak mu yang sudah lansia ini. 

Di makam mu, aku pasti tercenung lama. Menyusun satu demi satu momen-momen yang pernah kita lalui bersama, Emak, adik ku satu-satunya dan aku sendiri. Kita bertiga adalah pelaku dalam sejarah kehidupan yang alur cerita dan nasibnya selalu berulang.

Belum lekang dari kepalaku, dan semuanya terekam di otak masa kecilku. Ayah jarang berada dirumah, sementara lewat bisik-bisik yang tanpa sengaja mampir ketelingaku. Terdengar bahwa Ayah punya isteri baru di sebuah kota lain. 

Cuma, waktu itu aku hanyalah seorang bocah dengan usia 7 tahun. Yang kutahu, bahwa aku jarang sekali bertemu Ayah, padahal diusiaku saat itu rasanya aku ingin sekali bila Ayah selalu hadir disisiku.

Yang  aku sadar, bersamaan situasi itu, emak sibuk kian-kemari berusaha agar kedua perut malaikat kecil ini selalu terisi. Mengerjakan semua pekerjaan tanpa memperhitungkan berat atau ringannya. Nasib dapat dirubah tetapi takdir tak bisa ditolak.ungkin itu yang waktu itu terbersit dikepala emak. 

Kalau zaman sekarang mungkin itulah julukan Emak, single parent. Aku dan adik kalau itu masih dibawah sembilan tahun. Tahu sendirilah, betapa rewelnya kami untuk ribut soal jajan sehari-hari. Kamipun seolah bagai tak mau mengerti pada galaunya hidup Emak. Walau akhirnya kami pun dengan terpaksa menerima keadaan itu. 

Barulah ketika aku sudah merasa dewasa, bisa menyadari bahwa Emak-ku adalah seorang single fighter jempolan pada masanya. 

Juga, akhirnya aku tahu betapa sulitnya Emak sebagai single parent berjuang untuk kami, anak-anak nya. Juga ketika Emak terpaksa pernah harus mengunjungi psykiater karena masalah Ayah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun