Di saat pertama kali membuka pintu dan menjejakkan kaki di salah satu Media Sosial, saya belum berpretensi apa yang saya harus lakukan dikancah postingan gambar berikut komen itu (instagram ) . Pertimbangan nya adalah masalah usia yang melanjut ditambah kerja yang masih mengandalkan fisik.Â
Mungkin juga, karena masih ada hambatan teknis berupa gaptek dan munculnya sebuah pertanyaan: mau bikin apa saya? Sampai berani-beraninya untuk unjuk muka di Medsos. Mungkin sebab itu tanpa sadar fokus saya jadi terpecah, sehingga menjadi kurang fokus dalam melipir isi kontennya.Â
Setelah secara intens meluangkan waktu untuk berselancar dan melipir postingan demi postingan didalamnya, Barulah alam bawah sadar saya tersentak kagum bercampur kaget. Oo...Rupanya inilah sebagian dari realita Dunia maya yang sebenarnya ( instagram).Â
Beragam konten menarik  antre menyajikan postur bermacam warna dan pesan. Dari bisnis sponsor, keluhan, bela sungkawa, pernikahan sampai agitasi dan provokasipun bisa disimak disini. Menurut penilaian saya, Instagram tidak terlalu vulgar dan malah terkesan komunikatif ( pandangan pribadi).Â
Sebagai pribadi, para netizen diberbagai sosmed memiliki karakter yang sangat berbeda. Merekapun memiliki pandangan-pandangan tersendiri, politik, sosial, dan budaya. Masing-masing punya segmen yang boleh dibilang fanatik dan puritan, teristimewa pada Twitter dan Facebook
Akhirnya, saya terdampar di Twitter. Kepincut pada tampilan lahiriyahnya yang  berisik dan bersemangat. Suasana disini lebih dinamis, siapa kawan siapa lawan sudah otomatis terdeteksi lewat postingannya.Â
Disini ( twitter ) suasananya lebih seru, adu argumen, silat kata, agitatif dll, membuat adrenalin di otak turun naik tergerus emosi. Diperlukan wawasan yang prima, sehingga kita mampu menghandel emosi agar terus stabil sambil memisah konten hoax.Â
Tanpa merasa malu, saya memakai alias pada identitas akun saya ( Twitter dan Facebook). Silahkan kritik kalau merasa bahwa perbuatan itu tidak etis atau tak jantan. Dan akan saya jawab, saya tak melakukan kegiatan kriminal ataupun perbuatan melawan hukum. Malah sebaliknya, saya meng konter bias negatif dari postingan para pembenci pemerintah yang rajin berseliweran
Lalu  mengapa saya berbuat begitu? Di berbagai medsos yang saya ikuti ( kala itu), banyak postingan yang bersuara nyinyir dan negatif  yang ditujukan pada Pemerintah, para pejabat, bahkan pada Presiden. Dan kenyinyiran itu makin menggila sewaktu datangnya momen seperti Pilkada, Pilgub, PilPres.Â
Dan tugas saya sebagai warganet yang notabene Rakyat di Republik ini, untuk menetralisir suara-suara miring dari pihak tak bertanggung jawab yang ditujukan pada Pemerintah.Â
Dan ndilalahnya mayoritas para penyinyir itu juga memakai alias pada akun mereka, sebagian lagi menggunakan akun bodong. Diduga hal itu dilakukan secara sistematis dan terarah serta adanya aliran dana dibalik kegiatan itu.Â