Mohon tunggu...
Rian Rustandi
Rian Rustandi Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Interpreter

Hidup adalah pilihan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Para Politikus Kurang Piknik atau Kebanyakan Piknik?

7 Juni 2016   13:15 Diperbarui: 7 Juni 2016   13:27 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rakyat indonesia masih di jajah oleh kepentingan perut dan pencitraan oknum politikus yang berkeliaran bebas,
yah itulah salah satu masalah terbesar Bangsa Indonesia, tidak bisa kita pungkiri bahwasanya konflik kepentingan masing-masing individu telah mengorbankan aspek hak hak dasar rakyat Indonesia, dengan alasan yang tidak logis para oknum politikus ini bergerak licin bagaikan ular dan cepat bagaikan kilat, semuanya di lakukan atas dua alasan yang paling tidak rasional yaitu pencitraan dan urusan perut... padahal kalo di fikir secara idealis dan rasionalis dua hal tersebut tidak masuk akal, malahan dua hal tersebut menjadi bumerang bagi Ibu Pertiwi, bumerang yang dikendalikan oleh bangsa asing untuk membunuh Ibu Pertiwi secara perlahan, dengan mengeruk semua sumber daya, pembodohan fikiran, dan merusak generasi penerus.

Penulis sangat yakin jika masih ada para pejuang yang rela mengorbankan segalanya demi kepentingan ibu pertiwi ini,  maka mereka akan menagis, dan mungkin mereka berkata "kami mengorbankan nyawa kami bukan untuk menjadikan bangsa ini di situasi yang sama, kami mengorbankan nyawa kami agar Ibu Pertiwi dapat berdiri tegak, sudah cukup kami yang merasakan penderitaan"

Namun sayangnya hal tersebut tidak disadari oleh para oknum politikus, entah para oknum ini kurang piknik atau mereka kelebihan piknik? mereka tidak sadar bahwa mereka sedang di adu domba lagi dan lagi oleh negara asing. sungguh penulispun membayangkan begitu beratnya beban Bapak Presiden Indonesia saat ini, penulis yakin pemimpin negara ini berfikir lebih mendalam tentang hal ini, namun belum bisa menata ulang semuanya, bukan karena Beliau kurang pandai hanya saja terlalu sedikitnya dukungan yang ada (dukungan tanpa konflik kepentingan).

Dari segala sektor selalu saja ada oknum politikus yang bermain, bahkan dari sektor untuk generasi penerus menimba ilmupun telah banyak di permainkan oknum oknum ini, tidakkah para oknum ini berfikir? apakah masih belum cukup gaji yang diterima tiap bulannya? apakah pencitraan harus di lakukan terus menerus dan rela mengorbankan rasa kemanusiaan? jika para oknum ini membaca tulisan ini, segeralah renungkan jika tidak bisa merenungkan itu semua, coba saja analogikan pada permainan catur, seperti pepatah pemain catur yang bijak " dalam bermain catur bidak adalah mereka yang akan menjadi mentri atau yang lainnya di kemudian hari, jadi jangan sia siakan bidak dan jika bisa lindungi sekuat tenaga, yang terpenting jangan korbankan bidak". penulis yakin bahwa para oknum politikus ini orang yang menempuh pendidikan yang tinggi, jadi tolong cerna kata kata pepatah itu dengan seksama. 

Dan sayapun merasakan betapa kejamnya permainan politik dan pencitraan yang di mainkan oleh setting latar panggung yang megah oleh segelintir penguasa, betapa kejamnya mereka dengan tanpa dosa menyudutkan yang lemah dan tidak mau mengakui kesalahannya, munafik sekali bukan? namun apalah daya si lemah yang tak memiliki kekuasaan ini?   namun perlu di ingat hati si lemah ini tidak akan bisa ditaklukan dengan begitu saja.  

Tulisan ini di buat bukan untuk menggurui namun untuk sebagai bentuk pertisipasi penulis mendukung kedaulatan Negara Indonesia, dengan harapan tulisan ini dapat menyadarkan para oknum politikus dan menanamkan pemikiran bagi generasi penerus agar lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun