Mohon tunggu...
Eddo Richardo
Eddo Richardo Mohon Tunggu... Penulis - Mantan Jurnalis media grup Jawa Pos

Ikhtiar, Menuju kehidupan yang hakiki

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wahai Politikus Janganlah Menjadi Tikus

8 Maret 2019   15:54 Diperbarui: 8 Maret 2019   16:13 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurang lebih satu bulan lagi, puncak perhelatan panggung politik di Indonesia akan mencapai klimaksnya, dimana masyarakat Indonesia yang mempunyai hak pilih akan menentukan pilihannya masing masing pada Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan digelar pada tanggal 17 April 2019. Pemilih akan disodorkan 5 kertas suara dan akan mencoblos pilihannya memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan kertas suara berwarna abu-abu, DPD RI berwarna Merah, DPR RI berwarna Kuning, warna hijau untuk DPRD Provinsi dan Biru Kabupaten/Kota.

Berkaitan dengan hal tersebut pada hari Kamis, 7 Maret 2019 merupakan hari libur nasional untuk menghormati Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu di Indonesia. Moment hari libur ini pasti dimanfaatkan para pekerja untuk berhenti sejenak dalam rutinitas namun kemungkinan besar tidak oleh para Politikus yang akan terus turun ke lapangan menemui konstituennya dalam rangka mendulang suara.

Menurut http://www.hindu-dharma.org disebutkan bahwa makna dan pelaksanaan Hari Raya Nyepi mengandung arti dan makna yang sangat relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan yang akan datang. Bhuta Yaja (Tawur Kesanga) mempunyai arti dan makna untuk memotivasi umat Hindu secara ritual dan spiritual agar alam senantiasa menjadi sumber kehidupan.

Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata "tawur" berarti mengembalikan atau membayar. Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya.

Di tahun Politik, para politikus juga jangan ibarat Tikus yang mana akan menggerogoti jika mendapat kesempatan. Jika tidak mendapat kesempatan maka akan pergi menghindar namun jika mendapat satu kesempatan maka tidak akan disia-siakan. Tikus menjadi suatu momok jika ada dalam sebuah rumah karena akan memporakporandakan dapur sang empunya rumah. Makanan yang tidak ditutup akan habis dilahap bahkan perabotan plastik juga digrogoti.

Politikus yang bermental Tikus juga pasti akan merusak tatanan negara dan merugikan rakyat karena akan menggerogoti setiap kesempatan yang didapat apalagi jika mempunyai kuasa. Mengenyangkan diri sendiri dan tidak akan mempedulikan orang lain.

Merusak alam juga masih terlihat dimana masih ada terlihat alat peraga kampanye seperti spanduk yang dilekatkan ke batang pohon seakan pohon tersebut tidak merasakan sakit ketika dipaku. Jangan selalu mengumbar sifat serakah yang akan merusak diri sendiri, orang lain, dan alam sekitarnya. Sifat serakah yang merasa mempunyai power jangan diumbar namun harus ditahan dan berlakulah santun dalam setiap langkah yang akan diambil.

Memaknai Nyepi bukan berarti kita harus menjadi orang Hindu, namun mengambil sisi positif ketenangan yang selalu ada di dalam orang Hindu. Nilai-nilai luhur harus diteladani para Politikus agar tidak menjadi Politikus yang seperti Tikus. Semoga.

Salam hangat.

Sungailiat, 08 Maret 2019.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun