Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tanah Harapan

15 Februari 2020   15:38 Diperbarui: 15 Februari 2020   15:44 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: bedengan tomat yang telah dipasang turus

"Nggak. Ini bagian dari proses, Nak Endi."

"Jadi, tanah Bapak ini aman aman aja. Nggak tandus?"

"Alhamdulillah tidak. Bapak lagi melakukan pengolahan tanah. Kemarin habis Bapak traktor pakai rotary. Sekarang Bapak taburi kapur biar tanah tidak terlalu masam. Mungkin besok baru bapak buat bedengannya kembali." Petani itu menjelaskan sambil tersenyum ceria.

"Syukurlah. Aku pikir tak ada lagi tanaman yang bisa hidup di sini."

Petani ini hanya tertawa lepas mendengar penuturanku. Sedangkan aku tak habis habisnya bersyukur pada Tuhan. Betapa banyak ilmu yang bisa kita serap dari alam sekitar. Dari tanah, tumbuhan, petani, hewan, bahkan gejala gejala alam lainnya. Betapa banyak asa yang petani tabur. Di sini. Di tanah harapan.

Ini baru sekelumit kisah tentang tanah pertanian yang baru siap tanam. Aku tak begitu paham. Yang aku tahu hanyalah menikmati hasilnya saja. Sayur sayuran, buah buahan, padi, palawija dan biji bijian. Itu pun beli di pasar. Ternyata aku memang tak benar benar tahu tentang segala hal.

Pixabay.com
Pixabay.com

Benuo Taka, 15 Februari 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun