Wajah Rudi pucat pasi. Sedang aku hanya terdiam mematung setelah mendengar aliran singkat kisah misteri di hutan itu. Tanpa melihat kegelisahan kami, Wati terus saja nyerocos menceritakan hal hal mistis yang pernah penduduk alami jika memasuki hutan menjelang malam Jumat. Aku tak tahu apakah itu akal akalannya saja tuk menakuti kami atau memang kenyataan.
Rasanya gairahku untuk menikmati wajah cantik Wati mulai pudar. Bahkan selera makanku yang tadi menggebu gebu ketika melihat kepulan asap dari ubi rebus sudah sirna. Berkali kali sudah aku meneguk liur mendengar cerita Wati. Bukan karena haus, tapi ketakutan. Hingga akhirnya kutarik Rudi untuk pulang ke Base camp sebab aku sudah tak tahan mendengar kisah kisah mistis itu.
*****
Selang dua hari semenjak kami pergi ketakutan dari rumah Wati, terjadi keanehan di desa itu. Beberapa hewan ternak seperti sapi dan kambing peliharaan warga desa tumbang secara tiba tiba. Bahkan anjing penjaga di base camp pun ikut jadi korban juga. Mati mengenaskan tanpa kita tahu penyebabnya. Rudi mengaitkan kejadian ini dengan pelanggaran pantangan malam Jumat masuk hutan.
"Bud, bisa jadi penghuni hutan itu marah karena kita telah melanggar pantangan."
"Ah... nggak mungkin. Masa sich hantu bisa marah kalau kedatangan tamu. Harusnya mereka semua senang karena ada kerjaan buat nakutin orang."
"Kamu tuh, kondisi begini masih aja bercanda. Bisa jadi kan? Akhirnya hewan ternak itu yang dijadikan tumbalnya."
"Saya masih nggak bisa percaya. Coba kita ke rumah Wati lagi. Kita tanyakan aja sama Wati. Siapa tau kejadian seperti ini sudah pernah terjadi sebelumnya."
"Alahhhhh alasanmu aja. Padahal kamu kangen Wati, kan?"
"Udah ah. Entar kita kesiangan. Ayo cepetan!"
*****