Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mencengangkan

21 Agustus 2019   16:00 Diperbarui: 21 Agustus 2019   22:00 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kusapa pagi dengan ceria ketika sebuah bunyi dentuman tiba tiba saja memekakkan telingaku. Bahkan getarannya seakan gempa yang mengguncang pijakan kakiku hingga aku jatuh tersungkur diantara perabotan rumah di sekitarku. Dengan kondisi terduduk lemas, aku berusaha memisahkan kesadaran dengan rasa putus asaku. Karena aku masih ingin hidup untuk mengetahui tentang bunyi itu.

Aku tak mengenali bunyi seperti itu sebelumnya. Hingga terbersit rasa penasaran yang menghantarkan kekuatan di tubuhku untuk berdiri dan segera melangkahkan kaki keluar dari bangunan yang seperempatnya porak poranda akibat getarannya. Dengan langkah gontai, aku mencari sela sela kosong di sekitar pecahan kaca dan barang yang tersebar seperti kapal pecah. Dengan sisa kebahagiaan yang sempat melompat karena kaget. Akhirnya aku pun sampai di depan pintu.

Kulihat suasana kacau balau layaknya di dalam rumahku. Beberapa pohon tumbang seperti tersengat aliran kilat dari langit. Beberapa atap rumah runtuh dengan genteng berserakan di sekitarnya seakan angin punyu menyapunya. Beberapa mobil ada yang terparkir sudah bukan pada tempatnya. Subhanallah... Betapa besar guncangan di pagi itu. Hingga semua berubah tak sesuai dengan keadaan aslinya.

Apa yang sedang terjadi di kampungku? Mengapa semuanya berubah dengan tiba tiba? Padahal sejak dua malam yang lalu, kampungku termasuk kampung yang meriah. Pekik kemerdekaan berkumandang lewat lomba lomba.  Bendera bendera meriah terpasang di tepi jalan layaknya gerbang kota. Hingar bingar musik meramaikan malam gulita. Gotong royong pemuda pemudi memenuhi keseharian kita. Semua ikut ambil bagian dalam pelaksanaan kemerdekaan bangsa.

Dari mana asal dananya, tak ada satu pun warga yang curiga. Yang penting mereka asik asik semua. Bahkan Pak RT rela berhutang jauh jauh hari demi terlaksananya pesta. Tak perduli kapan mereka bisa membayarnya. Yang penting semua lancar jaya. Berbekal ilmu pintar yang dimilikinya, sangat mudah bagi Pak RT mencari pinjaman dana. Nyata atau pun tidak nyata, tapi nyata uangnya. Dana kampung tersedia dan pesta meriah dapat terkabulkannya.

Warga pun berkumpul semua. Aku, Pak RT dan segenap tokoh kampung saling berbincang keheranan. Tiba tiba Usul berlari tergopoh gopoh menghampiri kita.

"A_aku li_lihat lu_lubang be_besar di de_dekat da_danau." Usul berbicara terputus putus akibat napas dan detak jantung yang saling berkejar kejaran.

"Ayo kita ke sana!" Teriak Pak RT sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arah danau berada.

Sesampainya di tepi danau, mereka melihat lubang besar yang menganga, berwarna hitam seperti habis terbakar dan mengepulkan asap pengap ke sekitarnya. Warga pun sibuk mengambil air danau dengan alat seadanya untuk mengurai kepulan asap hitam. Ada yang langsung menceburkan diri ke danau untuk membasahi bajunya lalu memeras air yang terbawa ke arah kepulan asap tadi. Ada yang memetik daun pisang untuk membuat mangkok agar bisa menampung air dengan sempurna. Ada pula yang menggunakan dedaunan untuk menciptakan angin guna mengusir kepulan asapnya.

Beberapa waktu kemudian, asap pun menghilang. Terlihat jelas sebuah peti besi berwarna hitam tepat di pusat lubang. Peti itu sudah terbuka bagian atasnya. Mungkin karena hentakan yang keras saat terjatuh tadi. Mereka semua melihat ke angkasa. Menerka nerka dari langit keberapakah jatuhnya. Tapi tetap tak menemukan jawabannya. Lalu tanpa komando, semua mendekati peti tadi. Mencari tahu apa yang ada di dalamnya. Tampak sebuah amplop berwarna putih bersih dengan tanda cinta berwarna merah semerah darah.

Pak RT pun berinisiatif maju untuk mengambil surat itu. Perlahan dilepaskannya perekat merah pengikat setiap ujung sudut kertas amplop. Lalu dibukanya penutupnya perlahan. Tampak sekali tulisan berwarna darah tertera di atas lembaran kertas tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun